Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menyurati Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Sebelum kami meninggalkan kantor KPK, hari ini pimpinan berlima akan menulis surat kepada presiden dan DPR untuk memasukkan usulan atau draf revisi UU Tipikor,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam sebuah diskusi di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
Permintaan KPK untuk merevisi UU Tipikor bukan tanpa alasan. Pasalnya, kata Agus, undang-undang yang mengatur tentang tipikor saat ini belum sepenuhnya memuat rekomendasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang disepakati pada 2003.
Beberapa di antaranya soal tindak pidana korupsi di sektor swasta, perdagangan pengaruh, konflik kepentingan, serta merevisi aturan untuk memperluas definisi pejabat publik. Agus berharap revisi UU Tipikor bisa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2020.
“Ya, semoga usulan ini bisa diterima oleh pemerintah, Bapak Presiden dan DPR terutama Komisi III. Harapan kita segera masuk Prolegnas. Kita kawal bersama terwujudnya UU Tipikor yang baru,” ujar Agus.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief pun membenarkan bahwa UU Tipikor saat ini belum menjalankan prinsip dan norma yang diatur dalam perjanjian internasional UNCAC tentang pemberantasan korupsi.
Beberapa pasal yang belum masuk dalam UU Tipikor saat ini antara lain, penyuapan terhadap pejabat publik asing, perdagangan pengaruh yang belum jelas, hingga asset recovery atau pemulihan aset hasil korupsi.
"Khusus untuk asset recovery sebenarnya sudah lama di DPR tapi mereka tidak memperbaikinya, tidak menyelesaikannya bahkan tiba-tiba UU KPK yang diubah," ujar Laode.
Lebih lanjut, Laode menuturkan, dengan direvisinya UU Tipikor, maka diharap akan berdampak pada kenaikan nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Menurut dia, dengan perombakan regulasi itu akan memberikan kepastian hukum yang jelas bagi para pemangku kepentingan.
"Apakah ini akan memberikan kontribusi positif terhadap corruption perseption index (CPI)? Jelas sekali, karena dengan adanya UU (Tipikor) ini memberi kepastian yang tidak hanya untuk pejabat publik tertentu," tutur Syarief.