Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengembangkan pengusutan kasus korupsi yang dilakukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan perkembangan ini juga termasuk dugaan penyelewengan dana otonomi khusus (otsus) hingga Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua.
"Dalam proses pemeriksaan berikutnya nanti, termasuk dana otsus, kemudian PON, dan lain-lain terus kita kembangkan ke situ," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (17/2).
Diketahui, Lukas merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. Ali mengatakan, KPK akan terus mengusut praktik-praktik korupsi yang diduga dilakukan tersanngka, di samping perkara suap dan gratifikasi yang saat ini tengah ditangani oleh penyidik.
"Terus kami kembangkan tentunya, semua informasi dan data yang kami miliki selain dugaan suap dan gratifikasi," ujar Ali.
Selain itu, Ali mengungkapkan, Lukas saat ini berada dalam kondisi sehat di rumah tahanan (rutan). Disampaikan Ali, KPK khususnya tim dokter di rutan terus memperhatikan kondisi kesehatan Lukas, termasuk menyediakan kebutuhan makanan khusus bagi politikus Partai Demokrat tersebut.
"Tersangka LE (Lukas Enembe) dalam keadaan sehat di rutan, informasi terbaru malah bisa olahraga. Ya kita bersyukur sehingga lancar dalam proses pemeriksaan berikutnya, termasuk makan juga kami sudah siapkan dengan umbi-umbian," ucap Ali.
Kasus ini menjerat Lukas Enembe dan Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) sebagai tersangka. KPK sebelumnya sempat melakukan upaya paksa penangkapan langsung terhadap Lukas di Jayapura, sebelum kemudian menjalani masa tahanannya di rutan.
Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka. Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar.
Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.