Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan pihak yang membangun opini kasus Bupati Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), Novi Rahman Hidayat, ditangani Bareskrim Polri karena polemik TWK atau tes wawasan kebangsaan. KPK menegaskan, penanganan perkara itu oleh Polri disepakati sejak April 2021.
"Kami tegaskan kasus Nganjuk sejak April 2021 sebelum kegiatan tangkap tangan dilakukan sudah disepakati bersama antara KPK dan Bareskrim bahwa penanganan kasus akan dilakukan oleh Direktorat Tipikor Bareskrim Polri," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri secara tertulis, Minggu (23/5).
Diketahui, Novi dibekuk oleh tim gabungan KPK-Bareskrim pada Minggu (9/5). Beredar kabar Ketua Satuan Tugas atau Kasatgas tangkap tangan adalah Harun Al Rasyid. Harun disebut termasuk 75 pegawai lembaga antisuap yang gagal TWK.
Ali menjelaskan, kesepatakan itu berdasarkan pengaduan awal yang masuk ke lembaga antirasuah dan Bareskrim terkait dugaan korupsi yang melibatkan perangkat desa dan camat di Kabupaten Nganjuk, Jatim. Usai menangkap empat camat, diperoleh informasi terkait keterlibatan kepala daerah yang kini ditetapkan tersangka.
"Tentu menindaklanjuti kesepakatan, maka untuk efektivitas penanganan tetap dilanjutkan Bareskrim Polri dengan supervisi KPK sesuai kewenangannya," kata Ali.
Sebelumnya, menurut Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK, Giri Suprapdiono, penanganan kasus Bupati Nganjuk oleh Bareskrim imbas 75 pegawai yang dibebastugaskan. Ke-75 pegawai gagal TWK harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang diteken Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (7/5).
"Bayangkan, sudah ada SK yang disuruh melepaskan tugas dan tanggung jawab, dia lakukan OTT (Minggu, 9 Mei) karena belum tahu. SK ini baru kami terima tanggal 11 Mei. Maka yang terjadi adalah OTT Nganjuk pindah ke Bareskrim kan penanganannya. Itu dampak yang immediate dari proses pe-non job-an 75 pegawai," ujarnya dalam forum diskusi Youtube Mardani Ali Sera, Jumat (21/5).