Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan KTP Elektronik (E-KTP). Penetapan keempat tersangka ini merupakan pengembangan kasus yang menyeret bekas Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Adapun keempat tersangka baru itu ialah mantan Anggota DPR RI dari fraksi Hanura, Miriam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan E-KTP, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan keempat tersangka baru itu mempunyai peran berbeda dalam melancarkan praktik rasuah yang menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
Saut menjelaskan, tersangka Miriam diketahui telah meminta uang kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman yang merupakan terpidana dalam kasus uni sebesar 100.000 dolar Singapura. Uang tersebut disinyalir untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.
Permintaan tersebut, kata Saut, disanggupi oleh Irman. Kemudian penyerahan uang suap itu dilakukan di sebuah SPBU di daerah Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miriam.
"Tersangka MSH (Miriam S Hariyani) juga meminta uang dengan kode ‘uang jajan’ kepada Irman. Permintaan uang tersebut di atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," kata Saut saat konfrensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (13/8).
Tak hanya itu, KPK mengendus beberapa kali Miriam meminta uang kepada Irman dan mantan pejabat Kemendagri Sugiharto yang juga terpidana dalam kasus ini pada medio 2011 hingga 2012.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH (Miriam S Hariyani) diduga memperkaya diri sebesar 1,2 juta dolar Singapura terkait proyek E-KTP ini," ujar Saut.
Selanjutnya, terangka Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI, diduga berperan memenangkan salah satu konsorsium guna menggarap proyek E-KTP. Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitnen pemberian uang kepada anggota DPR RI.
Kemudian, Isnu membentuk sebuah konsorsium vendor proyek KTP-El dengan tersangka Paulus Tannos selaku Dirut PT Sandipala Arthaputra. Saat itu, disepakati bahwa pimpinan konsorsoum berasal dari kalangan BUMN yakni PNRI. Tujuannya, agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang Pekerjaan Penerapan E-KTP.
Pada pertemuan selanjutnya, PT Quadra Solution ingin bergabung dalam konsorsium PNRI. Hal itu disampaikan oleh Anang Sugiana selaku Dirut PT Quadra Solution. Namun, Isnu mengatakan untuk masuk konsorsium harus memberikan komitmen fee untuk beberapa pihak seperti anggota DPR RI, maupun Kemendagri.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek E-KTP ini," ucap Saut.
Kemudian, untuk tersangka Husni Fahmi, KPK menduga Fahmi telah melakukan sejumlah pertemuan dengan para vendor pada 2011. Padahal, Husni merupakan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan E-KTP dan juga panitia lelang saat itu.
Tak hanya itu, Husni juga turut serta dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus guna membahas proyek E-KTP. "Dalam pertemuan tersebut, HSF (Husni) diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran, dan seterusnya dengan tujuan mark up," kata Saut.
Saut menerangkan, Husni berperan sebagai pengawal konsorsium yakni PNRI, Astra Graphia, dan Murakabi Sejahtera guna membenahi persyaratan administrasi agar dapat lolos. Dia mendapatkan perintah itu dari terpidana Irman.
"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium. Meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," ujar Saut.
Diduga, Husni telah memperkaya diri sebesar 20.000 dolar Singapura dan Rp10 juta terkait pengadaan E-KTP tersebut.
Sedangkan tersangka Paulus Tannos yang merupakan Dirut PT Sandipala Arthaputra disinyalir telah melakukan serangkaian pertemuan dengan para vendor termasuk tersangka Husni maupun Isnu disebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
"Pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output di antaranya SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang kemudian ditetapkam oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri pada 11 Februari 2011," ucap Saut.
Selain itu, Paulus juga disinyalir melakukan sejumlah pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem, serta Isnu guna membahas pemenangan konsorsium. Saat itu, disepakati pemberian fee sebesar 5% yang akan dibagi kepada beberapa anggota DPR RI dan sejumlah pejabat Kemendagri.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar terkait proyek E-KTP ini," ujar Saut.
Atas perbuatannya, keempat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.