Komunikolog Emrus Sihombing menilai, KPK terus bekerja atas dasar undang-undang. Menurut Emrus, KPK tidak pernah tunduk pada kekuasaan apapun, termasuk pengaruh dari pusat kekuasaan eksekutif, legislatif dan judikatif.
"Sejumlah bukti dapat dikemukakan bahwa KPK bekerja imparsial. Jangankan gubernur, dua menteri dari kader dua partai papan atas dan berkuasa saat ini, sudah divonis terbukti sah melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan baru-baru ini seorang hakim agung sedang menjalani proses di KPK karena diduga korupsi," kata Emrus saat dihubungi, Senin (3/10).
Emrus melihat, KPK tidak tebang pilih atau pilih tebang dalam penegakan hukum. KPK tidak berpenah menarget sosok tertentu untuk diproses atas dugaan tindak pidana korupsi, kecuali karena ada cukup bukti hukum keterlibatan dugaan tindak pidana korupsi.
Dugaan KPK berpolitik sangat-sangat berlebihan, dan cenderung tidak berdasar, karena pendapat itu tidak disertai fakta, data dan bukti hukum yang kuat. Tuduhan tersebut selain tidak melakukan pendidikan kesadaran hukum yang benar kepada masyarakat, berpotensi mengganggu upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Untuk menetapkan seseorang menjadi saksi, dan atau tersangka dan atau terdakwa dalam dugaan tindak pidana korupsi saja, KPK pasti berkerja prudent tanpa mengenal waktu. Emrus berharap masyarakat membiarkan KPK bekerja profesional, objektif dan netral demi pemberantasan korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa di Indonesia. Oleh sebab itu, sejatinya semua komponen bangsa mendukung KPK.
"Jangan ada elite politik di negeri ini mencoba-coba mengganggu atau mempolitisasi semua peran, fungsi dan tugas KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Emrus.
Saat ini, KPK sedang memproses kasus hukum Gubernur Papua Lukas Enembe yang diduga menerima gratifikasi Rp1 miliar terkait proyek di Pemerintah Provinsi Papua. Sedangkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang tidak wajar. Salah satunya setoran tunai dari Lukas yang diduga mengalir ke kasino judi dengan nilai Rp560 miliar.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, kasus Lukas murni soal hukum. Tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik. Dia mengatakan, setiap KPK menjerat atau menangkap politikus karena dugaan korupsi selalu ada tuduhan motif politik.
"Terkait isu politik di balik penetapan tersangka itu perkara basi. Itu biasa saja. Yang penting ada buktinya enggak? Sangkaan korupsinya kuat enggak? Itu saja," tutur dia.