Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang untuk membuka penyidikan baru terkait kasus suap pengisian jabatan di Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Namun, langkah tersebut akan diambil setelah lembaga antikorupai itu mempelajari amar putusan majelis hakim.
Salah satu nama yang paling santer terseret dalam praktik suap itu ialah bekas Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin. Dalam amar tuntutan eks Ketum PPP itu, Lukman disebut turut kecipratan uang hasil suap sebesar Rp70 juta dari salah satu terpidana Haris Hasanuddin.
Uang itu, diberikan Haris melalui ajudan Lukman, Purwanto dalam dua tahap pada 9 Maret 2019. Pemberian pertama, uang diberikan Haris sebesar Rp50 juta. Kedua, sebesar Rp20 juta. Bahkan, Lukman disebut telah mengintervensi proses seleksi jabatan Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur bersama Romahurmuziy.
"Artinya begini, di dalam tuntutan penuntut umum sudah mempertimbangkan fakta-fakta yang ada, antara lain sebagai bahan majelis hakim dalam memutus terkait dengan Pasal 55. Apakah itu berbeda, makanya itu kami pelajari lebih lanjut fakta-fakta dari putusan majelis hakim tersebut yang mengaitkan dengan Pak Lukman," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/1).
Jika perbuatan Lukman terindikasi melawan hukum dan memenuhi dua alat bukti, kata Fikri, penyidik tak segan untuk membuka perkara baru. Namun, dia tidak ingin menyimpulkan lebih dini terkait langkah KPK untuk membuka penyidikan baru. Pasalnya, penuntut umum akan membahas amar putusan terlebih dahulu.
"Sekarang (Lukman) posisinya menjadi saksi, tentunya ada kemungkinan untuk bisa dilakukan penyidikan lebih lanjut. Namun, itu semua setelah kami pelajari dalam waktu tujuh hari ini. Jadi, sikapnya nanti penuntut umum akan bersikap apa," ujar Fikri.
Saat disinggung akan mengajukan banding terkait vonis Rommahurmuziy, Fikri juga tak dapat menyatakan sikap KPK. Dia mengatakan, pihaknya masih mempertimbangkan langkah tersebut.
"JPU KPK telah menyatakan pikir-pikir lebih dahulu terhadap putusuan tersebut. JPU akan mempelajari seluruh pertimbangan fakta-fakta hukum putusan tersebut secara lengkap," katanya.
Dalam perkara ini, Romi divonis dua tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan. Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam sidang sebelumnya, yakni pada agenda pembacaan tuntutan, jaksa Wawan Yunarwanto menuntut Romi 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.