close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan terkait penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi oleh KPK, Jumat (21/2) Foto Antara/Akbar Nugroho Gumay.
icon caption
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan terkait penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi oleh KPK, Jumat (21/2) Foto Antara/Akbar Nugroho Gumay.
Nasional
Senin, 16 November 2020 16:44

KPK: Buruknya pengawasan hutan rugikan negara Rp35 T per tahun

Buruknya tata kelola hutan membuat korupsi tumbuh subur.
swipe

Buruknya pengawasan hutan menyebabkan negara merugi Rp35 triliun per tahun akibat pembalakan liar. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, dalam peluncuran kajian KPK dan U4 tentang rasuah di sektor kehutanan secara daring, Senin (16/11).

Analisis KPK, lanjut Alex, menemukan lemahnya pengawasan dalam izin pinjam pakai menyebabkan potensi kehilangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akibat pertambangan di kawasan hutan sebesar Rp15,9 triliun setiap tahun.

"Ini baru data di Kalimantan, Sumatera, dan Papua saja. Ditemukan 1.052 usaha pertambangan dalam kawasan hutan yang tak melalui prosedur pinjam pakai," ujarnya.

Alex menjelaskan, buruknya tata kelola hutan membuat korupsi tumbuh subur. Merujuk kajian KPK 2013, imbuhnya, membuktikan ulang kebijakan pengelolaan sumber daya alam sangat rentan dengan rasuah.

Menurutnya, bermodal metode corruption risk assessment lembaga antirasuah menganalisis 21 regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil hutan kayu dan penggunaan kawasan. Hasilnya, ada 18 peraturan rentan korupsi.

Lebih lanjut Alex mengatakan, kajian sitem PNBP kehutanan 2015 menemukan 77%-81% laporan produksi kayu tidak tercatat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Akibatnya negara harus menanggung potensi kerugian negara dari PNPB provinsi sumber daya hutan dana reboisasi sekitar Rp5,24 triliun sampai dengan Rp7,24 triliun per tahun selama periode kajian, yakni tahun 2003-2014," jelasnya.

"Sementara itu potensi kerugian negara dari nilai kayu komersial yang tidak tercatat sebesar Rp12 triliun sampai dengan Rp16,8 triliun per tahun," imbuhnya.

Alex menyampaikan, penguasaan ratusan juta hektare luas hutan belum sepenuhnya manfaat hutan dapat menjadi jalan kemakmuran bangsa dengan cara yang adil. Dari 41 juta ha lebih lahan hutan yang dikelola, hanya 1% yang diberikan kepada perusahaan skala kecil dan masyarakat adat.

"Di sisi lain kerusakan hutan, deforestasi, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi dari tahun ke tahun. Tidak hanya berdampak pada kerugian ekonomi, tetapi juga menjadi beban lansung yang harus ditanggung oleh 80 juta masyarakat yang hidup dan menggantungkan hidupnya dari hutan," jelasnya.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan