Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencekal Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah alias Zulkifli AS. Pencekalan diperlukan untuk memudahkan proses penanganan perkara kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kota Dumai.
Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan telah mengirimkan surat pencekalan untuk politikus Partai NasDem itu ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Lama masa pencekalan ini, kata dia, dilakukan selama enam bulan.
“Pencegahan ke luar negeri ini dilakukan selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 8 November 2019,” kata Febri di Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi ini, Zulkifli AS diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dan sejumlah fasilitas kamar hotel di Jakarta. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi itu pun tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja.
Selain menerima gratifikasi, Zulkifli AS juga merupakan tersangka kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan tahun anggaran 2018. Sejak berstatus tersangka pada 3 Mei 2019, KPK belum juga memeriksa dan menahan Zulkifli AS.
Zulkifli AS diduga memberi uang total sebesar Rp550 juta kepada Yaya Purnomo selaku eks Kepala Seksi Pengembangan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu.
Disinyalir, uang tersebut untuk memuluskan proses pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN tahun anggaran 2018 Kota Dumai.
Meski belum memeriksa Zulkifli, KPK telah melakukan penggeledahan pada Selasa, 13 Agustus 2019. Saat itu, komisi antirasuah menyisir tiga lokasi. Yakni, rumah dinas Zulkifli AS, Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai, dan Kantor LPSE Kota Dumai.
Atas penerimaan gratifikasi, Zulkifli disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk perkara suap, politikus Partai NasDem itu disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.