Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami keberadaan pihak yang membantu pelarian Samin Tan. Menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, jika terbukti ada yang terlibat saat tersangka itu buron, lembaga antirasuah tak segan menjeratnya.
Samin Tan merupakan tersangka dugaan suap pengembangan perkara terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I.
"Berkaitan dengan pelarian yang bersangkutan, jika ada pihak-pihak yang membantu, berarti dia menghalang-halangi penyidikan. Tentu nanti akan kami kembangkan, kenapa sampai dia lari dan bagaimana dia larinya," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (6/4).
Samin Tan merupakan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM). Dia masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak April 2020. Pelariannya sekitar satu tahun terhenti pada Senin (5/4).
Menurut Karyoto, apabila terbukti ada yang membantu Samin Tan, maka yang terlibat bisa disangkakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Karena seperti kasus Nurhadi ada pihak yang telah kita tetapkan (sebagai tersangka) dengan Pasal 21," jelasnya.
Dalam kasus eks Sekretaris Mahkamah Agung atau MA Nurhadi, komisi antikorupsi menetapkan Ferdy Yuman sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan. Dia disebut sebagai sopir Rezky Herbiyono yang notabene adalah menantu Nurhadi sekaligus terdakwa perkara suap dan gratifikasi penanganan kasus di MA periode 2011-2016.
Sementara dalam kasusnya, Samin Tan diduga memberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebanyak Rp5 miliar untuk mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup atau AKT, yang diterka telah diakuisisi PT BLEM.
Uang tersebut disinyalir fee lantaran Eni telah menyelesaikan permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Diduga penyerahan uang tersebut dilakukan pada Juni 2018, dari tersangka Samin Tan melalui stafnya kepada tenaga ahli Eni di DPR. Pemberian uang berlangsung dua kali, yakni pada 1 Juni 2018 sebesar Rp4 miliar, dan 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar.
Samin disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo 64 ayat (1) KUHP.