Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pemberian duit perkara dugaan suap perizinan di Kota Cimahi tahun anggaran (TA) 2018-2020. Upaya itu dilakukan melalui keterangan dua saksi yang diperiksa, Selasa (22/12).
Saksi yang dimaksud adalah Kepala bagian Administrasi Umum dan Keuangan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda, Cynthia Gunawan, dan karyawan PT Trisakti Manunggal Perkasa Internasional, Yanti Rahmayanti.
"Kedua saksi didalami pengetahuannya terkait dugaan pemberian dan penyerahan sejumlah uang kepada tersangka AJM (Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna, red)," kata Pelaksana Tugas Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, semalam.
Sebelumnya, lembaga antirasuah mencokok Ajay bersama 10 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (27/11). Setelah menjalani pemeriksaan, Ajay bersama Komisaris RSU Kasih Bunda, Hutama Yonathan, ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus diawali pada 2019 saat RSU Kasih Bunda melakukan pembangunan penambahan gedung. Dalam mengurus perizinan revisi izin mendirikan bangunan (IMB), Hutama bertemu Ajay di restoran kawasan Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Pada pertemuan tersebut, Ajay diduga menerima Rp3,2 miliar atau 10% dari nilai rencana anggaran biaya (RAB) yang dikerjakan subkontraktor pembangunan RSU Kasih Bunda sebesar Rp32 miliar. Pemberian dilakukan secara bertahap melalui orang kepercayaan Ajay.
Ajay disebut sudah lima kali menerima uang yang totalnya sekitar Rp1,661 miliar dari kesepakatan Rp3,2 miliar. Pertama pada 6 Mei 2020 dan terakhir saat diciduk KPK dengan barang bukti Rp425 juta. Dalam menyamarkan pemberian uang itu, pihak RSU Kasih Bunda diterka membuat perincian pembayaran dan kuitansi fiktif.
Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sedangkan Hutama sebagai pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.