close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa Bupati nonaktif Malang Rendra Kresna (kanan) berjalan seusai menjalani sidang putusan kasus korupsi penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemkab Malang tahun anggaran 2011 sebesar Rp 3,45 miliar di Pengadil
icon caption
Terdakwa Bupati nonaktif Malang Rendra Kresna (kanan) berjalan seusai menjalani sidang putusan kasus korupsi penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemkab Malang tahun anggaran 2011 sebesar Rp 3,45 miliar di Pengadil
Nasional
Jumat, 24 Mei 2019 14:30

KPK eksekusi Bupati dan anggota DPRD Malang

Eksekusi dilakukan untuk menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi 13 terpidana kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Mereka dijebloskan ke sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) di wilayah Jawa Timur.

"Dalam dua hari kemarin, Rabu (22/5) dan Kamis (23/5), telah dilakukan eksekusi terhadap Bupati Malang dan 12 Anggota DPRD Malang," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan resminya, Jumat (24/5).

Dia menyebut, Bupati Malang Rendra Kresna dieksekusi ke Lapas Porong. Turut dijebloskan ke lapas yang sama adalah anggota DPRD Malang seperti Sugiarto, M. Fadli, Samsul Fajri, serta Afdhal Fauza.

Terdapat empat mantan anggota DPRD berstatus terpidana yang dieksekusi ke Lapas Malang, yaitu Ribut Harianto, Imam Ghozali, Indra Tjahyono, dan Bambang Triyoso.

Kemudian, tiga mantan anggota DPRD wanita yang juga telah divonis hukuman dalam perkara ini di eksekusi ke Lapas Wanita Malang. Mereka adalah Een Ambarsi, Asiana Irianti, dan Diana Yanti.

Febri menjelaskan, eksekusi dilakukan lantaran pengadilan telah menjatuhkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada mereka.

Febri berharap, para pejabat negara lainnya dapat mengambil pelajaran dalam setiap proses hukum yang dilakukan KPK dalam kasus ini. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggara negara maupun pemerintah daerah, dapat menciptakan pemerintahan yang baik, yang bersih dari praktik korupsi dan berintegritas.

"Permintaan uang pelicin, ketok palu, atau apapun namanya, serta pemberian uang oleh kepala daerah, sama-sama bisa diproses karena melanggar ketentuan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi," ujar Febri.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan