Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) fokus melacak aset milik konglomerat tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan istrinya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tengah memfokuskan untuk melakukan asset tracking tersangka kasus megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di samping penanganan perkara yang sedang berlangsung.
Langkah tersebut dilakukan untuk memaksimalkan asset recovery kepada negara yang ditimbulkan akibat kasus tersebut.
"Karena kerugian keuangan negara di situ Rp4,58 triliun. Artinya, kami berharap uang tersebut bisa dirampas dan dikembalikan untuk negara, kemudian dikembalikan ke masyarakat," kata Febri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/6).
Febri memastikan, penelusuran aset itu dilakukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Namun, dia belum dapat merinci penelusuran aset konglomerat kelahiran Lampung 1942 itu dilakukan di Indonesia atau di Singapura.
"Saya belum bisa sampaikan secara detil ya apa saja (aset) yang sudah diidentifikasi atau aset tracking sudah dilakukan terhadap aset yang mana saja. Karena proses asset tracking sedang dilakukan," ucapnya.
Namun demikian, Febri memastikan, pihaknya akan melakukan penelusuran terhadap segala aset yang berkaitan dengan kasus megakorupsi itu, baik di Tanah Air maupun di luar negeri.
Tidak menutup kemungkinan, komisi antirasuah itu juga akan bekerja sama dengan instansi yang berada di luar negeri untuk melakukan tindakan asset recovery.
"Karena KPK kan tidak bisa masuk melakukan tindakan-tindakan hukum di luar yurisdiksi Indonesia. Maka koordinasi internasional itu perlu dilakukan," ujar Febri.
Taipan Sjamsul Nursalim tercatat sebagai orang terkaya ke-28 versi Majalah Forbes pada tahun lalu. Nama Sjamsul sendiri juga sudah terdaftar di beberapa perusahaan ternama, seperti di PT Gajah Tunggal Tbk.
Namun, berdasarkan audit laporan keuangan Gajah Tunggal, tidak tertera nama Sjamsul di daftar kepemilikan langsung saham perusahaan. Per akhir Desember 2018, saham mayoritas GJTL dipegang oleh Denham Pte Ltd sebesar 49,5%, sementara sisanya dimiliki oleh Compagnie Financiere Michelin sebesar 10%, dan sisanya milik investor publik sebesar 40,50%.
Kendati demikian, Febri memastikan, pihaknya akan menelusuri segala informasi aset yang berkaitan dengan kepemilikan taipan Sjamsul. Menurutnya, kepemilikan aset seseorang di suatu perusahaan itu dapat dilakukan dalam bentuk apapun dan dengan menggunakan nama siapapun.
"Apalagi kita tahu ada yang disebut dengan BO (Benefficial Owner) yang bisa saja namanya tercantum atau tidak di sebuah struktur perusahaan," terang Febri.
Masyarakat, kata Febri, juga mempunyai ruang untuk melaporkan jika menemukan informasi aset yang diduga berkaitan dengan dua tersangka kasus megakorupsi tersebut.
"KPK menyediakan ruang pengaduan masyarakat dengan menghubungi call center 198. Agar uang tersebut dapat kembali ke masyarakat dengan mekanisme yang berlaku," kata Febri.