close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Penyidik KPK saat melakukan penggeledahan di rumah pengusaha jasa konstruksi Arik Kusumawati di lingkungan Kalangbret, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (19/2/2020). Foto Antara/Destyan Sujarwoko
icon caption
Penyidik KPK saat melakukan penggeledahan di rumah pengusaha jasa konstruksi Arik Kusumawati di lingkungan Kalangbret, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (19/2/2020). Foto Antara/Destyan Sujarwoko
Nasional
Rabu, 26 Februari 2020 14:00

KPK geledah rumah mertua Nurhadi

Penggeledahan dilakukan untuk mencari petunjuk keberadaan Nurhadi.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi memggeledah rumah mertua eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Penggeledahan dilakukan untuk mencari petunjuk keberadaan Nurhadi, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA pada 2011 hingga 2016.

"Benar, kegiatan tersebut masih dalam rangkaian pencarian para DPO tersangka NH (Nurhadi) dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, saat dikonfirmasi Rabu (26/2).

Dia mengatakan, penyidik KPK belum rampung melakukan penggeledahan tersebut. Karena itu Fikri belum dapat membeberkan lebih detail ihwal barang-barang yang disita dari kegiatan tersebut. 

"Info yang kami terima saat ini kegiatan tersebut masih berlangsung," ucap Fikri.

Kemarin, penyidik juga menggeledah salah satu kantor pengacara milik adik ipar Nurhadi yang berada di Surabaya, Jawa Timur. Adapun kantor pengacara yang digeledah ialah Rahmat Santoso & Partners.

Tak hanya itu, KPK juga menggeledah lebih dari dua lokasi di Jakarta. Namun, Fikri enggan merinci  sejumlah lokasi yang digeledah tersebut.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Ketiganya ialah Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Ketiganya telah ditetapkan ke dalam daftar DPO oleh KPK pada Kamis (13/2). Langkah itu diambil lantaran ketiganya tak pernah hadir memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan KPK.

Bersama Resky, Nurhadi diduga kuat telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa 9 lembar cek dengan total Rp46 miliar dari Hiendra.

Uang tersebut  berasal dari penanganan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT, dan permintaan penangguhan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Nurhadi juga diduga telah menerima gratifikasi berupa uang Rp12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut diberikan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, dan permohonan perwalian. 

Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, subsider Pasal 5 ayat (2), lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan