Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Djoko Saputro salah kaprah dalam melayangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tersangka kasus dugaan suap pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017 itu menilai KPK menyalahi prosedur dalam penetapan dirinya sebagai tersangka.
Dalam nota praperadilannya, Djoko tak terima dengan status tersangka yang disandangnya, lantaran dia mengangggap KPK tidak melakukan tindakan penyidikan terlebih dahulu, melainkan merupakan hasil penyelidikan.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, proses penyelidikan telah dilakukan dengan cara pencarian alat bukti. Sehingga dalam menetapkan tersangka, penyidik sudah mempunyai dua alat bukti yang cukup.
"Hal ini sering dibahas di berbagai sidang praperadilan. Para pemohon cenderung hanya menggunakan KUHAP yang berlaku umum, sehingga defenisi penyidikan yang digunakan adalah untuk mencari tersangka. Hal ini tentu tidak tepat dan mengabaikan ketentuan khusus di UU KPK," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
Dalam permohonannya, eks Direktur Utama Perum Jasa Tirta II juga menganggap KPK tak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, lantaran Polres Purwakarta dan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Menurut Djoko, tindakan KPK tidak sesuai dengan Pasal 5 huruf a dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, serta MoU KPK dengan Kejaksaan dan Polri Tahun 2012. Sehingga, Djoko meminta agar kasusnya diserahkan ke Polres Purwakarta dan Kejagung.
Diterangkan Febri, proses penyelidikan di Polres Purwakarta dan Kejagung telah mengada-ada. Febri menambahkan, MoU KPK bersama Polri dan Kejagung yang diteken pada 2012 juga sudah tak berlaku sejak Maret 2017.
"Apalagi, ketentuan Pasal 50 UU KPK sudah mengatur secara tegas bahwa batasan proses penanganan perkara adalah di penyidikan, bukan penyelidikan. Jadi jika Polri atau Kejaksaan terlebih dahulu melakukan penyidikan, maka KPK melakukan koordinasi dan penyidikan itu diberitahukan pada KPK," kata Febri menerangkan.
Febri meyakini, proses penanganan perkara terhadap Djoko telah sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Regulasti tersebut mengatur proses hukum dapat dilakukan jika subjek hukum adalah penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara diatas Rp1 miliar.
Meski sudah ditanggapi, Febri menyampaikan bahwa jawaban utuh dari pihaknya atas gugatan praperadilan Djoko akan diterangkan dalam sidang lanjutan. Dia meminta publik dapat menunggu jawaban gugatan tersebut, dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pengadilan.
"KPK memastikan proses penyidikan perkara korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II dengan tersangka DS (Djoko Saputro), Direktur Utama Perum Jasa Tirta, tetap terus dilakukan dan segera melimpahkan ke penuntutan jika penyidikan telah selesai," kata Febri.