Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak seharusnya dibuka di ruang publik.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan LHA PPATK memuat informasi intelijen keuangan. Sehingga, membuka data tersebut di ruang publik berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.
Hal itu disampaikan Ali sebagai respons atas polemik transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Sebenarnya LHA dan produk dari PPATK merupakan informasi yang bersifat intelijen keuangan, sehingga seharusnya memang tidak boleh dibuka di ruang publik, tidak boleh diobral di ruang publik, sehingga kemudian menimbulkan misinterpretasi," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (28/3).
Agar tidak menimbulkan kesalahan interpretasi, menurut Ali, data hasil analisis transaksi mencurigakan tersebut seharusnya langsung diserahkan kepada aparat penegak hukum. Nantinya, aparat penegak hukum yang akan melakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya unsur pidana asal (predicate crime) dalam transaksi mencurigakan yang dilaporkan.
Ali mengungkapkan, tugas PPATK adalah mencari transaksi mencurigakan yang diduga ada indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, wewenang untuk menetapkan pidana pokok merupakan ranah aparat penegak hukum.
"Yang menentukan adanya pidana atau tidak, apalagi kemudian korupsi, suap, ataupun pidana lainnya, penegak hukum yang harus mendalami dari LHA transaksi mencurigakan," ujar Ali.
Setelah dicari dan ditetapkan pidana pokoknya oleh aparat penegak hukum, imbuh Ali, baru kemudian dugaan TPPU bisa ditelusuri.
"Untuk bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum harus ada tindak pidana asalnya. Tugas kami mencari tindak pidana asalnya dulu, baru kemudian apakah ada disamarkan, disembunyikan, dan lain-lain dalam bentuk TPPU," tutur Ali.
Dengan demikian, selain penegak hukum, tidak ada yang berwenang untuk membeberkannya ke publik.
"Ya seharusnya seperti itu dan ini saya kira menjadi pelajaran ke depan, tidak perlu kembali hasil LHA itu kemudian di ruang publik," ujarnya.
Transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kemenkeu pada mulanya disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut Mahfud, temuan ratusan triliun di Kemenkeu merupakan hasil analisa PPATK yang diduga berkaitan dengan TPPU.
Belakangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi bahwa dari 300 surat yang dikirim PPATK megenai transaksi janggal Rp349 triliun, hanya Rp3,3 triliun yang berkaitan dengan Kemenkeu.