close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Deputi Penindakan KPK, Karyoto (kiri) dan Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri, saat mengumumkan penahanan tersangka bekas Kepala BPPSDM Kemenkes, Bambang Giatno, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (9/10/2020). Dokumentasi KPK
icon caption
Deputi Penindakan KPK, Karyoto (kiri) dan Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri, saat mengumumkan penahanan tersangka bekas Kepala BPPSDM Kemenkes, Bambang Giatno, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (9/10/2020). Dokumentasi KPK
Nasional
Rabu, 24 Maret 2021 19:49

KPK ingin Rp52,3 miliar kasus suap izin ekspor benur dirampas untuk negara

Belum ada ketentuan yang mengatur tentang bank garansi hingga kini sehingga kebijakan tersebut tidak boleh dilakukan.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana uang Rp52,3 miliar bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benur masuk dalam tuntutan untuk dirampas buat negara. Alasannya, setoran tersebut tak memiliki dasar hukum.

Berdasarkan dokumen dan surat-surat bekas Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, yang diajukan kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Edhy ingin bank garansi sebagai cadangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, tersangka Edhy mengajukan usulan tersebut karena dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) nilainya hanya Rp250 per 1.000 ekor benih lobster.

"Karena (bank garansi) belum ada aturannya yang baku tentang berapa yang harusnya dipungut terhadap ekspor benur ini, maka itu sebagai pencadangan," jelasnya saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/3).

Lantaran belum ada dasar hukum, Karyoto menegaskan, pungutan tersebut tidak boleh dilakukan. Lebih lanjut, dia mengatakan, duit bank garansi akan dirampas untuk negara karena dalam klausul, para eksportir menyatakan siap secara suka rela menghibahkan pungutan ke negara kalau tidak ada aturan terbaru PNBP KKP.

"Sebenarnya jalan cerita yang akhirnya seperti apa, kan, kita, kan, enggak tahu (apakah ada dasar hukum yang baru atau tidak). Kalau misalnya mulus-mulus saja tidak terjadi penangkapan. Karena ada penangkapan, makanya barang ini (Rp52,3 miliar) kami amankan, disita, dan nantinya pada tuntutan akan dirampas untuk negara," jelasnya.

Terkait duit bank garansi Rp52,3 miliar, sebelumnya Edhy diterka memerintahkan Sekretaris Jenderal KKP untuk membuat surat perintah tertulis tentang penarikan jaminan bank garansi dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).

Kepala BKIPM selanjutnya diterka memberikan perintah kepada Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi itu. Akan tetapi, aturan penyerahan uang dari eksportir sebagai komitmen ekspor benur diduga tidak pernah ada.

Dalam kasus izin ekspor benur, Edhy menjadi tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya. Perinciannya Staf Khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi.

Sementara satu tersangka lain, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, sudah duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa menyuap Edhy sebesar US$103.000 dan Rp706 juta. Selain dari Suharjito, Edhy disangka juga menerima duit dari beberapa perusahaan eksportir benur, yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan