Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bank garansi merupakan bagian konstruksi perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur. KPK duga eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan beselan kepada tersangka sekaligus bekas Menteri KP, Edhy Prabowo (EP) lewat pihak lain.
"Dan kemudian juga bersepakat bahwa pengiriman ekspor benur dimaksud hanya melalui PT ACK (Aero Citra Kargo)," demikian Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menjelaskan, Selasa (23/3).
Selain hal tersebut, tambah Ali, ternyata para eksportir benur diterka punya kewajiban menyerahkan uang di bank garansi dimaksud. Adapun terkait ini, KPK telah menyita Rp52,3 miliar pada Senin (15/3).
Mengenai PT ACK, menurut Ali perusahaan itu didirikan dengan pengurus dari orang-orang kepercayaan Edhy. Di samping itu, PT ACK diduga tidak mengirimkan ekspor benur.
"Namun dilakukan pihak lain, yaitu PT PLI (Perishable Logistics Indonesia) dengan biaya jauh lebih murah. Sehingga selisih harga tersebut kemudian diperhitungkan sebagai 'keuntungan' yang diduga dimanfaatkan untuk keperluan pribadi EP dan tersangka lainnya," jelasnya.
Ali menambahkan, berdasarkan alat bukti yang ada KPK menilai bank garansi dengan dalih pemasukan negara lewat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diterka juga bermasalah. Sebabnya, tidak memiliki dasar aturan sama sekali.
"Padahal, kita tahu setiap pungutan negara seharusnya memiliki landasan hukumnya," ucap Ali.
Mengenai bank garansi Rp52,3 miliar, sebelumnya Edhy diterka memerintahkan Sekretaris Jenderal KKP untuk membuat surat perintah tertulis terkait penarikan jaminan bank garansi dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
Selanjutnya, Kepala BKIPM diterka memberikan perintah kepada Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima bank garansi itu.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," jelas Ali.
Edhy ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Staf Khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pengurus PT ACK Siswadi.
Sementara satu tersangka lain, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama atau DPPP Suharjito, sudah duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa menyuap Edhy USD$103 ribu dan Rp706 juta. Selain dari Suharjito, Edhy disangka juga menerima duit dari beberapa perusahaan eksportir benur, yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK.