Komisi Pemberantasan Korupsi kecewa atas putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung yang meringankan hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip. Meski demikian, Pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan jaksa penuntut umum komisi antisuap belum menerima salinan putusan.
Dalam putusan PK MA, hukuman kurungan penjara Sri Wahyumi dipangkas dari empat tahun enam bulan menjadi dua tahun bui.
"Jika putusan tersebut benar demikian, maka membandingkan antara putusan PK dan tuntutan JPU yang sangat jauh, KPK kecewa atas putusan tersebut," kata Ali dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (1/9).
Apalagi publik tahu bahwa majelis hakim memutuskan yang bersangkutan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Tetapi, vonis yang dijatuhkan malah di bawah ancaman minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu empat tahun pidana penjara.
"Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.
Oleh karenanya, KPK berharap ada kesamaan visi dan semangat antara aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan rasuah. Kendati begitu, lembaga antikorupsi tetap harus menerima dan menghormati putusan PK MA.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch mengecam putusan PK MA terkait masa kurungan eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai keputusan itu janggal. Lantaran perantara suap dalam perkara itu, Benhur Lalenoh, dihukum lebih berat daripada Sri Wahyumi. Benhur divonis empat tahun penjara.
"Sedari awal yang bersangkutan (Sri Wahyumi) telah dijatuhi hukuman selama empat tahun enam bulan, akan tetapi karena putusan PK tersebut malah dikurangi menjadi hanya dua tahun penjara," kata Kurnia dalam keterangannya.
Kurnia menambahkan, tren mengurangi hukuman koruptor di tingkat PK MA harus menjadi perhatian khusus bagi Ketua MA. Sebab, data ICW sejak Maret 2019 menunjukkan MA telah mengurangi hukuman 11 terpidana kasus rasuah.
"ICW meminta kepada MA agar menolak 20 permohonan PK yang sedang diajukan para terpidana kasus korupsi. Sebab, bukan tidak mungkin PK ini hanya akal-akalan sekaligus jalan pintas agar pelaku korupsi itu bisa terbebas dari jerat hukum," jelasnya.
Diketahui, putusan PK tersebut diketok pada Selasa (25/8). Duduk sebagai ketua majelis Suhadi, dengan anggota majelis M Askin dan Eddy Army.