Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan perkara dugaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Peluang bertambahnya jumlah tersangka dalam perkara ini juga masih didalami oleh tim penyidik.
Pada perkara ini, KPK telah menjerat Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dan Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) sebagai tersangka.
"Terkait perkara ini KPK terus kembangkan. Apakah mungkin akan ada tersangka lain, kami ingin sampaikan bahwa kemungkinan tersangka lain ada," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (21/2).
Ali menuturkan, pihaknya telah mengantongi petunjuk yang cukup terkait keterlibatan pihak lain yang diduga berperan sebagai pemberi suap dalam perkara ini. Saat ini, petunjuk terkait hal itu masih dilakukan analisis lebih lanjut oleh penyidik.
"Kami telah memiliki petunjuk yang cukup terkait dugaan adanya pelaku lain sebagai pemberi suap terhadap tersangka LE (Lukas) dan segera kami lakukan analisis," ujar Ali.
Disampaikan Ali, pihaknya akan terus menyampaikan perkembangan perkara yang ditangani KPK. Hal ini termasuk pengungkapan identitas tersangka baru KPK yang akan disampaikan usai seluruh bukti dan proses penyidikan yang dikumpulkan cukup.
"Nanti perkembangannya kami pasti akan sampaikan setelah analisis dari tim penyidik KPK selesai dilakukan," tutur dia.
KPK sebelumnya sempat melakukan upaya paksa penangkapan langsung terhadap Lukas di Jayapura, hingga akhirnya menjalani masa tahanannya di rutan. Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.
Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.