Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil anggota DPRD Kabupaten Bekasi Soleman, untuk dimintai keterangan dalam kasus suap perizinan proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta di Cikarang, Jawa Barat.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BTO (Bartholomeus Toto)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (20/12).
Nama Soleman pernah disebut turut membantu mengalirkan uang ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat, guna mempercepat proses pengurusan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Pemkab Bekasi untuk megaproyek pembangunan Meikarta.
Hal itu berdasarkan kesaksian eks Kepala Bidang Tata Ruang, Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, dalam sidang kasus suap Meikarta di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (21/1).
Dalam pengurusan RDTR tersebut, terdapat pertemuan guna membahas tindak lanjut RDTR Pemkab Bekasi. Adapun pejabat yang hadir ialah Sekretaris Dinas PUPR Hendry Lincoln, serta dua anggota DPRD Provinsi Jawa Barat yakni Soleman dan Waras Wasisto. Kesepakatan yang dihasilkan yakni meminta uang sebesar Rp1 miliar kepada PT Lippo Cikarang Tbk.
Uang tersebut disinyalir untuk membantu pencalonan Sekretaris Daerah Pempov Jawa Barat, Iwa Karniwa sebagai Gubernur Jawa Barat 2018. Karena itu, Lippo merealisasikan sebesar Rp900 juta pada Desember 2017. Uang tersebut diserahkan Neneng kepada Soleman.
Kemudian Soleman menyerahkan uang tersebut kepada Waras untuk segera diserahkan kepada Iwa Karniwa. Waras kemudian menagih kekurangan Rp100 juta pada Neneng.
Soleman telah beberapa kali dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Dia telah dipanggil pada 20 Agustus 2019 dan 9 September 2019. Kala itu, dia bersaksi untuk tersangka Iwa Karniwa, selaku mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat.
Selain Soleman, penyidik juga memanggil seorang bekas Kepala Bidang Tata Ruang Bappeda Kabupaten Bekasi E Yusuf Taufik. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Toto.
Dalam perkaranya, Toto diduga kuat telah mengalirkan uang senilai Rp10,5 miliar kepada Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan proses penerbitan surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta.
Uang tersebut diberikan pada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, melalui orang kepercayaannya dalam lima kali pemberian baik dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan rupiah.
Atas perbuatannya, Toto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.