Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011 hingga 2016. Ketiga orang yang diperiksa, yakni bekas Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono. Selain itu, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, menerangkan Nurhadi akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hiendra. Sedangkan Rezky dan Hiendra, akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Nurhadi.
"Ketiganya akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi," kata Fikri saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (7/1).
Sebelumnya, ketiga tersangka tersebut telah dipanggil oleh penyidik KPK pada Jumat (3/1). Namun, mereka mangkir dari panggilan tersebut. Absennya ketiga tersangka itu pun tanpa memberikan keterangan kepada penyidik.
Selain ketiga tersangka, penyidik juga memanggil tiga orang lainnya, yakni Sekretaris Pengadilan Tinggi Medan Hilman Lubis, Direktur Utama PO Jaya Utama Handoko Sutjitro, dan seorang PNS bernama Bahrain Lubis. Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Nurhadi.
Dalam penanganan perkaranya, KPK tengah fokus menelusuri aliran dana suap yang diterima oleh Nurhadi. Penelusuran dilakukan melalui proses pemeriksaan dari para saksi yang telah dipanggil. Salah satunya mantan Direksi PT MIT, Reki Mamesah alias Eki, dan seorang notaris Zainuddin.
Ketiga tersangka itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Senin (16/12). Bersama Rezky, Nurhadi diduga kuat menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi dari Hiendra berupa 9 lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Selain itu, Nurhadi diduga telah menerima uang dari berbagai sumber. Pertama, dari penanganan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta kepada Nurhadi untuk memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan. Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan oleh Azhar Umar.
Sebagai imbalan atas penanganan ketiga perkara itu, Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui mantunya Rezky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan mencapai 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan adanya penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi tersebut terbilang besar.
Dari gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky. Uang tersebut, diperuntukkan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.