Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) memanggil dua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk diperiksa terkait kasus dugaan suap penetapan anggota DPR, melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Keduanya ialah Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik.
Itu merupakan pemeriksaan kedua untuk Arief dan Evi. Evi tercatat pernah dipanggil pada Kamis (23/1), sedangkan Arief pernah dipanggil pada Selasa (28/1).
"Yang bersangkutan, akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SB (Saeful Bahri)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Selasa (25/2).
Penyidik juga memanggil anggota DPR Fraksi PDI-P Riezky Aprilia. Dia akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Saeful Bahri. Riezky sebelumnya telah dipanggil pada Jumat (7/2).
Tak hanya itu, KPK juga memanggil advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah. Dia akan dimintai keterangan untuk eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, yang merupakan tersangka dalam perkara ini.
Dari pantauan Alinea.id, hingga pukul 11.00 WIB belum terlihat salah satu saksi hadir memenuhi panggilan penyidik. Belum diketahui apa yang menjadi fokus pemeriksaan penyidik dari para saksi yang dipanggil.
Pada perkara itu, KPK telah menetapkan empat tersangka, yaitu eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks kader PDIP Harun Masiku, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful dari pihak swasta.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu, dipenuhi Harun. Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni, pada pertengahan dan akhir Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut, diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Pemberian kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful, melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat PDI-P. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.
Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustiani. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.
Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.