Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan sembilan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim, menjalani pemeriksaan hari ini. Mereka akan diperiksa dalam kasus dugaan suap sejumlah proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muara Enim.
Sembilan orang legislator itu ialah Darain, Ishak Joharsyah, H Marsito, Mardalena, Samudra Kelana, Fitrianzah, Eksa Hariawan, Ari Yoca Setiadi, dan Ahmad Reo Kusuma. Mereka akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Ahmad Yani, Bupati Muara Enim nonaktif.
"Mereka akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka AY (Ahmad Yani)," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu (4/12).
KPK tengah gencar memanggil anggota DPRD Kabupaten Muara Enim dalam pengusutan kasus itu. Pada Selasa (3/12), penyidik juga telah memeriksa sembilan legislator lain. Mereka ialah Indra Gani, Hendly Hadi, Faizal Anwar, Muhardi, Ahmad Fauzi, Verra Erika, Agus Firmansyah, Subahan, dan Piardi.
Ahmad Yani ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Bidang Pembangunan Jalan di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar, dan pihak swasta Robi Okta Fahlefi.
Yani diduga kuat telah meminta fee terkait proyek yang ada pada Dinas PUPR Muara Enim. Selain itu, Yani juga diduga telah mengatur proses pengadaan tender proyek melalui Elfin.
Yani diduga telah menerima uang senilai US$35.000 atau setara Rp500 juta dari Robi. Uang tersebut merupakan commitment fee senilai 10% atas 16 paket proyek pekerjaan, yang memiliki total anggaran Rp130 miliar.
KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan suap sudah terjadi sebelumnya, dengan total Rp13,4 miliar. Uang tersebut diyakini merupakan fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan dilingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Jika di total, aliran dana yang telah diterima oleh Bupati Muara Enim dalam proyek tersebut senilai Rp13,49 miliar.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Yani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Robi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.