Menteri Sosial Idrus Marham kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (15/8). Penyidik KPK memeriksa Idrus sebagai saksi untuk tersangka Eni Maulani Saragih.
"Saya meyakini, saya dipanggil dalam rangka untuk melengkapi pemeriksaan saya sebelumnya. Tapi substansinya saya belum tahu persis. Nanti mungkin setelah saya ditanyakan oleh penyidik, baru saya sampaikan," kata Idrus pada wartawan di halaman gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pemeriksaan Idrus ini merupakan pemeriksaan dirinya yang ketiga kali oleh KPK dalam kasus korupsi PLTU Riau. Tercatat sebelumnya, Idrus juga pernah diperiksa KPK terkait kasus korupsi Bakamla dengan tersangka Fayakhun Andriadi pada Mei lalu.
"Mau (diperiksa) tiga kali, empat kali, ya berapa kali pun kita harus hadir," ujar Idrus. Idrus mengatakan pemeriksaan dirinya adalah bagian dari penghormatan proses hukum yang ada.
"Jadi kalau kita ingin lihat negara ini maju, kita harus hormati proses hukum yang ada. Jangan ada intrik-intrik," imbuhnya.
Petugas KPK sebelumnya menangkap Eni Maulani Saragih di rumah Idrus Marham. Petugas menangkap Eni atas tuduhan menerima suap dalam proyek PLTU di Riau melalui Tahta Maharaya, keponakan yang menjadi staf Eni di DPR.
Sementara itu penyuapnya, Johannes Budisutrisno Kotjo ditangkap dua jam sebelumnya di lantai 8 Graha BIP. Sekretarisnya, Audrey Ratna Junianty dicokok KPK setelah menyerahkan duit suap sebesar RP500 juta pada Tahta Maharaya.
Pemberian uang sejumlah Rp500 juta tersebut merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan mencapai Rp 4,8 miliar.
Pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni pada Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar, kemudian Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta.
KPK menyangka Eni Maulani Saragih selaku penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.