Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi duit yang diterima Gubernur Sulawesi Selatan atau Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dari berbagai pihak. Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, konfirmasi dilakukan lewat dua saksi pada Jumat (18/6).
"Kwan Sakti Rudy Moha (wiraswasta) dan Syamsul Bahri (PNS) dikonfirmasi antara lain masih terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang ke tersangka NA (Nurdin) dari berbagai pihak," ujar Ali secara tertulis, Senin (21/6).
Nurdin merupakan tersangka perkara dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020-2021. Sementara saksi untuk kasus Nurdin diperiksa di Polda Sulsel.
Lebih lanjut, penyidik lembaga antirasuah juga periksa dua saksi lainnya. Masing-masing, Andi Sahwan Mulia Rahman dan Andi Ardin Tjatjo. Keduanya berstatus PNS.
"Andi Sahwan dan Andi Ardin dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai proyek di Pemprov Sulsel," kata Ali.
Dalam kasus ini, sebelumnya KPK menyita enam bidang tanah di Dusun Arra, Desa Tompobulu, Kec. Tompobulu, Kab. Maros, Sulsel, Kamis (17/6). Komisi antikorupsi duga tanah itu milik Nurdin yang dibeli dari duit praktik lancung.
Sementara dalam perkara tersebut, lembaga antirasuah juga menetapkan Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel sebagai tersangka. Dia diduga perantara suap.
Di sisi lain, KPK turut menetapkan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, sebagai tersangka pemberi beselan. Agung sudah berstatus terdakwa.
Agung diduga menyuap Nurdin Rp2 miliar melalui Edy. Sementara komisi antirasuah menerka total duit yang diterima Nurdin sekitar Rp5,4 miliar. Selain dari Agung, diduga juga dari kontraktor lain, yakni akhir 2020 Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.