Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan secara paksa terhadap Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 sampai dengan November 2021, Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
Penahanan yang dilakukan selama 20 hari ke depan itu, terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka pada 2021.
KPK telah menetapkan tiga tersangka termasuk MAN dalam kasus tersebut. Dua orang lainnya ialah Andi Merya Nur yang merupakan Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021 sampai 2026, serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.
“Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka untuk 20 hari pertama dimulai tanggal 2 Februari 2022 sampai dengan 21 Februari 2022,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/2).
MAN memiliki tugas melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah. Investasi tersebut dengan pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah,” ucap Alex.
Ardian aktif memantau penyerahan uang suap meski saat itu tengah isolasi mandiri akibat Covid-19. Ardian dibantu oleh beberapa orang kepercayaannya dalam penerimaan uang yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan tersangka LMSA.
"Diduga tersangka MAN (Ardian) aktif memantau proses penyerahan walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri," ujar Alex.
Atas perbuatannya, AMN sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara MAN dan LMSA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.