Kota Admnistrasi Jakarta Timur (Jaktim) diminta segera menertibkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU). Hal itu disampaikan penanggung jawab wilayah DKI Jakarta pada Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendra Teja, dalam pertemuan dengan Wali Kota Jaktim dan jajarannya, Kamis (5/11).
Berdasar data yang disampaikan ke KPK, ada 256 pengembang di Jaktim. Hingga Oktober 2020, baru 49 pengembang yang menyerahkan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) dengan luas 1,8 juta meter persegi senilai Rp5,4 triliun.
Untuk tahun ini, Jaktim menargetkan lima tambahan pengembang yang akan menyerahkan asetnya. Menurut Hendra, target tersebut relatif kecil. Oleh karena itu, bidikan penertiban PSU harus ditambah supaya waktu pencapaian pemenuhan kewajiban penyerahan fasos dan fasum oleh pengembang bisa dipercepat.
"Kami terbuka dan mendukung apabila Wali Kota Jaktim meminta kami untuk hadir dalam pertemuan dengan para pengembang. Untuk sekarang, prioritaskan mengundang pengembang-pengembang yang relatif besar, mungkin 25 developer terbesar," ujarnya secara tertulis, Jumat (6/10).
Menanggapi itu, Wali Kota Jaktim, Muhammad Anwar mengklaim, telah melakukan sejumlah langkah penertiban PSU, seperti identifikasi dan verifikasi masalah, sosialisasi kepada pengembang, rapat koordinasi serta asistensi, mengirimkan surat penagihan ke pengembang, peninjauan lapangan dan melaksanakan Berita Acara Serah Terima (BAST).
Kemudian, lanjutnya, berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi masalah, Kota Administrasi Jaktim menemukan beberapa perkara, di antaranya 17 Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) ganda, dua SIPPT tidak berada dalam wilayah administrasi Jaktim, dua SIPPT dicabut melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur dan 42 SIPPT berganti kepemilikan.
"Selain itu, terdapat 12 SIPPT yang belum ditemukan lokasinya, 13 SIPPT yang lahannya masih kosong, 10 SIPPT masih harus melaksanakan kewajiban penyediaan, serta 156 SIPPT sedang dalam proses pelaksanaan BAST," ucapnya.
Lebih jauh, dia beralasan, kendala yang ditemui adalah data yang dimiliki Kota Administrasi Jaktim berbeda dengan Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (PLH) dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, kurang lengkapnya data pendukung seperti Keterangan Rencana Kota (KRK) masing-masing SIPPT, dan banyak alamat pengembang yang sudah tidak sesuai dengan SIPPT.
Di samping itu, Anwar berdalih, kendala lainnya adalah perbedaan data luasan antara KRK, SIPPT, dan sertifikat, pemegang SIPPT berganti nama atau kepemilikan namun belum ada perubahan nama dalam SIPPT, serta sanksi tak tersebutkan dalam SIPPT.
"Sering kali persoalan berada di sisi administrasi, perubahan kepemilikan, atau pengembang yang pailit. Oleh sebab itu, mari duduk bersama antara BPK, KPK, kejaksaan, kepolisian, dan para pemangku-wilayah, untuk menyamakan perspektif dalam landasan keinginan bersama untuk menyelamatkan aset negara," usul Anwar.
Anwar mengatakan, langkah berikutnya akan menyerahkan nama-nama pengembang yang belum memenuhi kewajibannya kepada KPK. Lalu, segera mengirimkan surat mengundang para pengembang hadir dalam pertemuan dengan Kota Admnistrasi Jaktim. Pada kesempatan itu, imbuhnya, pihaknya juga bakal mengundang lembaga antirasuah.