Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan takkan memenuhi panggilan Ombudsman terkait laporan dugaan pemberhentian Direktur Penyelidikan, Brigjen Endar Priantoro. Dalihnya, kasus ini tak termasuk ranah pelayanan publik.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, Cahya H. Harefa, mengatakan, seluruh proses terkait kepegawaian di KPK, mulai dari rekrutmen hingga purnatugas, merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia (SDM).
"Demikian halnya pada proses pemberhentian Saudara Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK, yang telah selesai masa tugasnya, adalah ranah manajemen ke-SDM-an di KPK, bukan pelayanan publik," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (30/5).
Diketahui, Endar diberhentikan sebagai Direktur Penyelidikan KPK lantaran masa penugasannya berakhir pada 31 Maret 2023. Ia lalu melapor kepada Ombudsman atas pemberhentian itu karena diduga sarat malaadministrasi.
Menurut Cahya, polemik pemberhentian Endar Priantoro seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum administrasi kepegawaian ataupun administrasi pemerintahan. Itu mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Keputusan KPK terkait pemberhentian pegawai itu, imbuh Cahya, harusnya diuji berdasarkan aspek wewenang, substansi, maupun prosedur. "Apakah terdapat penyalahgunaan wewenang (malaadministrasi, red), baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan maupun asas umum pemerintahan yang baik (AUPB)."
Cahya melanjutkan, proses hukum atas polemik ini seharusnya diuji di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Oleh karena itu, ia menekankan, KPK tidak dapat memenuhi permintaan Ombudsman untuk memberikan klarifikasi atas pemberhentian Endar.
"Karena substansi yang hendak diklarifikasi tidak termasuk dalam ranah pelayanan publik yang merupakan kewenangan Ombudsman, namun berdasarkan ketentuan perundangan tersebut, pengujian persoalan kepegawaian lebih tepat ranahnya di PTUN," tutur dia.
Kewenangan Ombudsman dipertanyakan
Di sisi lain, Ombudsman RI menemukan kendala dalam proses tindak lanjut laporan dugaan malaadministrasi atas pemberhentian Endar Priantoro. Kendala itu dialami saat Ombudsman hendak melakukan pemeriksaan terhadap pihak dari KPK.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, pihaknya memanggil pihak yang berstatus terlapor dalam aduan tersebut. Ketua KPK, Firli Bahuri; Cahya Harefa; dan Kepala Biro SDM KPK, misalnya.
Ombudsman menerima surat balasan dari KPK pada 17 Mei 2023 atas pemanggilan Firli Bahuri. Dalam surat tersebut, Firli menyatakan menghormati proses pemeriksaan, tetapi meminta waktu.
Respons berbeda datang dari surat pemanggilan Cahya Harefa. Ombudsman memanggilnya untuk diminta keterangannya sebagai pihak terlapor sebab menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) yang menandatangani surat pemberhentian Endar.
Alih-alih mendapatkan jawaban dan datang ke Ombudsman, ujar Robert, pihaknya justru kembali menerima surat balasan pada 22 Mei 2023. "Isinya bukan klarifikasi atas pertanyaan yang kami sampaikan, tetapi terkait dengan sejumlah hal yang buat kami di Ombudsman ini mengagetkan," kata Robert di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, pada Selasa (30/5).
Disampaikan Robert, isi surat balasan atas pemanggilan Cahya justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman dalam menelusuri polemik pemberhentian Endar. Selain itu, dalam surat KPK menegaskan tidak dapat memenuhi panggilan Ombudsman dengan sejumlah alasan.
"Yang intinya itu mempertanyakan, untuk tidak mengatakan menolak, kasus ini menjadi bagian dari objek pengaduan Ombudsman," ujar dia.
Atas jawaban tersebut, Ombudsman kembali mengirimkan surat pemanggilan berikutnya pada 22 Mei 2023 sesuai prosedur berlaku. Bahkan, Ombudsman membuka opsi memanggil paksa Firli Bahuri dkk jika tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan.
Ombudsman dapat meminta bantuan Polri untuk menghadirkan pihak yang bakal diperiksa jika dinilai ada unsur kesengajaan untuk menghindari pemeriksaan. "Pemanggilan paksa dengan bantuan Polri," ucap Robert.