close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (5/6)/Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso.
icon caption
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (5/6)/Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso.
Nasional
Kamis, 23 Juli 2020 11:06

KPK panggil komisaris PT HTK terkait kasus Bowo Sidik

Belum diketahui apa yang menjadi fokus pemeriksaan penyidik dari komisaris PT HTK itu.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Budi Haryono, untuk diperiksa terkair lasus dugaan suap kerjasama pengangkutan transportasi di bidang pelayaran yang menjerat mantan anggota DPR RI, Bowo Sidik Pangarso.

"Yang bersangkutan, akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG (Taufik Agustono)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis (23/7).

Belum diketahui apa yang menjadi fokus pemeriksaan penyidik dari Budi. Namun, KPK tengah mendalami aliran dana dari Direktur PT HTK Taufik Agustono. Pendalaman itu dilakukan dari pemeriksaan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik (Persero) atau PT Pilog, Ahmadi Hasan pada Jumat (10/7).

Taufik merupakan Direktur PT HTK. Dia terjerat dalam pusaran kasus itu setelah KPK mengembangkan perkara yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya, Indung serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.

Taufik diduga kuat mengetahui dan menyetujui uang suap kepada Bowo agar PT HTK dapat menjalin kerja sama transportasi bidang pelayaran dengan PT Pilog. Padahal, kontrak kerja sama kedua perusahaan itu telah diputus.

Dalam upaya merealisasikan kerja sama itu, Bowo meminta commitment fee kepada Asty. Atas permintaan itu, Asty melaporkan kepada Taufik dan menyanggupi permintaan Bowo. Kemudian, PT Pilog dan PT HTK menyepakati MoU yang salah satu hasilnya kerja sama pengangkutan dapat dikerjakan oleh PT HTK pada 26 Februari 2019.

Namun setelah kerja sama itu terjalin, Bowo meminta PT HTK untuk membayar uang muka sebesar Rp1 miliar. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik. Transaksi pemberian uang itu terjadi pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.

Rinciannya, pada 1 November 2018 sebesar US$59.587, 20 Desember 2018 sebesar US$21.327, 20 Februari 2019 US$7.819, dan 27 Maret 2019 sebesar Rp89.449.000.

Atas perbuatannya, Taufik disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan