Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang saat itu bernama Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri atau Menko Ekuin, Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Ia diperiksa sebagai saksi untuk pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim (SJN).
Sjamsul merupakan tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/7).
Selain Dorodjatun, KPK memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Sjamsul. Mereka adalah Senior Advisor Nura Kapital Mohammad Syahrial, pengacara pada AZP Legal Consultants Ary Zulfikar, dan Direktur Berau Coal Tbk Raden C Eko Santoso Budianto.
Namun demikian, keberadaan Sjamsul hingga saat ini belum diketahui. Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim, yang juga sudah berstatus tersangka, tidak hadir memenuhi panggilan KPK pada Jumat (28/6). Tidak ada alasan atas ketidakhadiran keduanya.
KPK melayangkan surat panggilan terhadap suami istri tersebut ke lima alamat. Di Indonesia, surat dikirimkan ke ke rumah para tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Kamis (20/6).
Selain itu, surat panggilan pemeriksaan juga dilayangkan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ke empat alamat, yaitu 20 Cluny Road, Giti Tire Plt. Ltd (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West 9 Oxley Rise The Oaxley, dan 18C Chatsworth Rd.
Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta pihak KBRI mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura.
Upaya pemanggilan tersangka, juga dilakukan dengan bantuan "Corrupt Practices Investigation Bureau" (CPIB/Lembaga Antikorupsi Singapura).
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.