Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi sejumlah pernyataan yang dilontarkan politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, dalam program acara Mata Najwa. Lembaga antirasuah itu memastikan pernyataan Arteria keliru dan terlalu berisiko menyesatkan publik.
Setidaknya, terdapat tiga hal krusial yang dapat KPK jelaskan terkait pernyataan Arteria. Pertama, terkait pelaporan tahunan KPK. Arteria diketahui menuding KPK tidak pernah membuat laporan kinerja tahunan. Padahal sebaliknya, KPK selalu membuat laporan kinerjanya setiap tahun.
“Laporan tahunan merupakan salah satu produk rutin yang wajib kami susun dan disampaikan pada DPR, Presiden, BPK dan juga publik. KPK telah menyusun laporan ini dan mengirimkan pada DPR, Presiden, BPK dan instansi lain yang terkait,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (10/10).
Bahkan, laporan tersebut dapat diakses publik melalui https://www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan. Febri menerangkan, laporan tersebut berisi mengenai hasil kinerja KPK secara keseluruhan, baik monitoring, supervisi, koordinasi, penindakan, dan pencegahan.
Selain laporan kinerja, KPK juga selalu mempublikasikan laporan keuangan, laporan akuntabilitas kinerja dan laporan pelayanan informasi publik.
"Sehingga, kami memastikan jika ada pihak yang mengatakan KPK tidak membuat laporan tahunan, maka hal tersebut adalah informasi yang tidak benar dan tidak layak dipercaya," ujar Febri.
Kedua, lanjut Febri, terkait barang sitaan. Arteria menyebut terdapat barang sitaan KPK yang tidak dimasukan ke dalam kas negara.
Menurut Febri, politikus PDIP itu keliru telah memahami ihwal prosedur barang sitaan tidak dimasukan ke kas negara. Febri menduga, pernyataan Arteria berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan.
"Penyitaan dilakukan sejak proses penyidikan. Sedangkan apakah sebuah barang yang disita dapat dirampas atau tidak, hal tersebut bergantung pada putusan hakim. Dalam kondisi tertentu, hakim dapat memerintahkan untuk dilakukan perampasan, atau digunakan untuk perkara lain, atau dikembalikan pada pemiliknya," ucap Febri.
Ketiga, terkait dengan praktik penipuan menggunakan identitas KPK. Dalam forum tersebut, Arteria menuding KPK telah menutupi perbuatan melawan hukum dengan cara menimbulkan KPK gadungan.
"Kami pastikan hal itu tidak benar, bahkan KPK bekerja sama dengan Polri dalam memproses para pelaku pemerasan atau penipuan yang mengaku-ngaku KPK," kata Febri.
Menurut Febri, soal perkara penipuan yang mengaku petugas KPK setidaknya terdapat 11 perkara dan 24 orang tersangka yang telah diproses oleh Polri. Bahkan, KPK telah menerima sebanyak 403 aduan dalam rentang waktu Mei hingga Agustus 2019 terkait keberadaan KPK gadungan tersebut.
Selain menuding KPK, Arteria Dahlan bahkan beradu argumen dengan Guru Besar Universitas Indonesia Emil Salim, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari. Dalam debatnya, Arteria bahkan sampai menunjuk-nunjuk dan menyebut Emil Salim sesat.