close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah./ Antara Foto
icon caption
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah./ Antara Foto
Nasional
Rabu, 04 Desember 2019 07:49

KPK ingatkan pemotongan hukuman koruptor pengaruhi IPK Indonesia

"Jadi karena masalah yang cukup serius, mestinya kita lebih serius untuk melihat hal ini."
swipe

Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah menyatakan pihaknya menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang meringankan hukuman koruptor. Seharusnya, kata dia, MA dapat mempertimbangkan lebih matang sebelum menyunat masa hukuman seorang koruptor. 

Apalagi tindak pidana korupsi digolongkan kejahatan luar biasa, yang berdampak luas kepada masyarakat. Terkhusus, bila pelaku itu merupakan pejabat publik atau aparat penegak hukum.

"Jadi karena masalah yang cukup serius, mestinya kita lebih serius untuk melihat hal ini. Baik pencegahan ataupun penindakannya. Penindakan tentu yang ditangani dalam perkara-perkara," kata Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/12).

Menurutnya, jika lembaga penegak hukum tak memberikan hukuman setimpal bagi para koruptor, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia akan merosot. Indonesia akan dianggap sebagai negara yang menoleransi terjadinya tindak pidana korupsi.

"Kalau kita tidak cukup serius untuk melakukan pembenahan di sini, menjatuhkan hukuman yang memberikan efek jera, maka ini tentu akan mempengaruhi IPK ke depan. Jadi banyak hal yang mestinya kita pertimbangan kalau memang Indonesia serius untuk memberantas korupsi," kata Febri menjelaskan.

Pernyataan Febri ini berhubungan dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi terdakwa kasus suap hakim ad hoc Pengadilan Negeri Medan, Helpandi. Itu merupakan terdakwa kasus korupsi ketiga yang dikabulkan banding di tingkat kasasi oleh MA, setelah sebelumnya Fredick ST Siahaan dan Idrus Marham.

Melansir laman mahkamahagung.go.id, kasasi bekas Panitera Pengadilan Negeri Medan yang teregristrasi dengan nomor 3784 K/PID.SUS/2019 itu telah dikabulkan. Dengan begitu, majelis hakim kasasi menolak tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Amar putusan tolak penuntut umum, tolak perbaikan terdakwa," demikian amar putusan MA yang dilansir Alinea.id dari laman MA, Selasa (3/12).

Putusan itu, dijatuhkan oleh majelis hakim yang di ketuai oleh Suhadi dan beranggotakan oleh Abdul Latif dan Krishna Harahap pada Senin (18/11). 

Untuk diketahui, Helpandi sebelumnya telah divonis tujuh tahun pidana penjara, dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

Oleh MA, hukuman Helpandi dikorting satu tahun. Dengan demikian, dia disanksi hukuman enam tahun pidana penjara, dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan

Helpandi dinilai terbukti menerima uang 280,000 dolar Singapura dari pengusaha Tamin Sukardi, untuk memberikan uang suap pada dua hakim guna mempengaruhi putusan perkara korupsi. Rinciannya, Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota diberikan 130,000 dolar Singapura, Merry Purbasebagai hakim ad hoc sebesar 150,000 dolar Singapura.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan