close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (kanan) meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Senin (24/7)./ Antarafoto
icon caption
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (kanan) meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Senin (24/7)./ Antarafoto
Nasional
Rabu, 25 Juli 2018 10:40

KPK periksa Bupati Temanggung terpilih dan petinggi PLN

Bupati Temanggung terpilih M. Al Khadziq dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso akan diperiksa sebagai saksi.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa Bupati Temanggung dan petinggi PT PLN Persero, dalam penyidikan kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Bupati Temanggung terpilih M. Al Khadziq dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso akan diperiksa sebagai saksi untuk Johannes Budisutrisno Kotjo.

Selain Kadziq dan Iwan, KPK juga rencananya akan memeriksa pegawai pemerintah non-PNS Tenaga Ahli DPR-RI Tahta Maharaya, karyawan swasta Audrey Ratna Justianty, dan unsur swasta Endri Erawan.

"Mereka diperiksa untuk tersangka JBK (Johannes Budisutrisno Kotjo)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (25/7).

Muhammad Al Khadziq adalah suami dari tersangka Eni Saragih. Ia ikut diamankan KPK saat terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat istrinya Eni Saragih pada Jumat 13 Juli 2018 lalu. Mereka diamankan kala sedang berada di rumah Menteri Sosial Idrus Marham.

Dalam Pilkada Temanggung ,Al Khadziq yang berpasangan dengan Heri Ibnu Wibowo meraih suara terbanyak dan dinyatakan sebagai pemenang. Pasangan ini diusung oleh Partai Golkar, Partai Gerindra, PPP, dan PAN. Khadziq sendiri bukan kader Partai Golkar asli. Ia pernah bergabung dengan PPP dan PKB.

Sebelumnya, penyidik KPK pada Minggu pekan lalu (15/7) juga menggeledah rumah Sofyan Basir untuk tindak lanjut penyidikan kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih. Kemudian, pada Senin (16/7) malam, penyidik KPK datang ke kantor PLN pusat guna menggeledah dan mencari barang bukti untuk menguatkan kasus dugaan korupsi Eni.

Dalam jumpa persnya di kantor Pusat PLN, Senin (16/7) Sofyan menghormati proses hukum yang mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Sofyan mengaku jika dokumen yang disita oleh tim KPK bukanlah dokumen yang bersifat rahasia. "Dokumen-dokumen itu dokumen yang bisa kita buka ke publik. Kadang-kadang juga surat menyurat, ada proposal-proposal, laporan keuangan, cash flow, likuiditas, saya bawa pulang dan baca di rumah. Itu yang kemarin diperiksa KPK, dan sebagian memang yang terkait saja yang dibawa KPK," tutur Sofyan.

KPK telah menetapkan dua tersangka, masing-masing anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham BlackGold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK). Uang Rp 4,8 miliar diduga merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5% atas proyek tersebut.

KPK menetapkan mereka sebagai tersangka usai menemukan bukti permulaan yang cukup pasca-OTT di Jakarta pada Jumat (13/7). Sebanyak 13 orang ditangkap KPK, termasuk Eni dan Johannes.

Adapun 11 orang lain yang ditangkap, di antaranya staf dan keponakan Eni Tahta Maharaya, Audrey Ratna Justianty selaku Sekretaris Johannes, M Al Khadziq, suami Eni, dan delapan orang terdiri dari sopir, ajudan, staf Eni, dan pegawai PT Samantaka.

Johannes Budisutrisno Kotjo tertangkap tangan menyuap Eni Maulani Saragih Rp 500 juta untuk memuluskan proses penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 2x300 Mega Watt (MW). PLTU Riau-1 ini merupakan bagian dari program listrik 35.000 MW. PLN sendiri baru menyelesaikan 32.000 MW listrik dari total 35.000 MW.

Pemberian uang sejumlah Rp 500 juta tersebut merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan mencapai Rp 4,8 milyar.

Pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni pada Desember 2017 sejumlah Rp 2 miliar, kemudian Maret 2018 sejumlah Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.

KPK menyangka Eni Maulani Saragih selaku penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sementara, Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan