close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Direktur Utama PNRI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya berjalan meninggalkan ruang sidang usai memberikan keterangan saat menjadi saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-el Markus Nari. /Antara Foto
icon caption
Mantan Direktur Utama PNRI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya berjalan meninggalkan ruang sidang usai memberikan keterangan saat menjadi saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi KTP-el Markus Nari. /Antara Foto
Nasional
Kamis, 19 September 2019 12:31

KPK periksa Dirut Perum Percetakan Negara soal kasus KTP-el

Isnu Edhi Wijaya dicekal bepergian ke luar negeri sejak 7 Agustus 2019 sampai enam bulan ke depan.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau (KTP-el), Isnu Edhi Wijaya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia itu akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PLS (Paulus Tannos),” kata Febri Diansyah melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta pada Kamis (19/9).

Dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu juga membuat Isnu Edhi Wijaya dicekal bepergian ke luar negeri sejak 7 Agustus 2019 sampai enam bulan ke depan. Pencekalan dilakukan KPK agar pemeriksaan terkait kasus tersebut bisa terus berjalan.

Dalam mengusut kasus KTP-el, KPK sudah mengupayakan pemeriksaan terhadap Direktur PT Stacopa Raya Hadi Suprapto Kakalim, seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil Ditjen Dukcapil Kemendagri Suciati, serta seorang staf money changer PT Berkat Omega Sukses Yu Bang Tjhiu. 

Selain itu, kata Febri, pihaknya juga telah melakukan pemanggilan pemeriksaan kepada tersangka Paulus Tannos pada Selasa (12/9). Tannos diduga kuat telah merencanakan pemufakatan jahat bersama Andi Narogong, Johannes Marliem, dan Isnu Edhi Wijaya.

Mereka terlibat dalam pembahasan soal pemenangan konsorsium PNRI. Dalam mengupayakan hal tersebut, Tannos diduga telah melangsungkan pertemuan dengan mereka selama 10 bulan. 

Pada beberapa pertemuan tersebut, keempatnya menyepakati fee sebesar 5%. Tak hanya itu, mereka juga diduga telah mengatur skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, bos PT. Sandipala Arthaputra diduga memperkaya diri sebesar Rp145,85 miliar terkait proyek KTP-el ini.

Atas perbuatannya, Tannos dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan