Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Rahmat Pribadi, Kamis (21/11). Ia telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan suap kerjasama pengangkutan transportasi di bidang pelayaran, antara PT Pupuk Indonesia Logistik atau Pilog dan PT HTK, Humpuss Transportasi Kimia.
Rahmat akan diperiksa sebagai saksi guna melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT HTK, Taufik Agustono yang berinisial TAG.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (21/11).
Pemanggilan ini bukan pemeriksaan pertama yang dijalani Rahmat. Namun dalam beberapa kali pemeriksaan, ia dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Bowo Sidik Pangarso. Dia juga memberikan kesaksian dalam persidangan Bowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2019 lalu.
Belum diketahui secara pasti apa yang akan didalami penyidik dari Rahmat terkait Taufik dalam pemeriksaan kali ini. Taufik merupakan orang keempat yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Tiga tersangka lainnya telah diproses dan dilimpahkan berkas perkaranya oleh KPK ke pengadilan. Ketiganya ialah Bowo Sidik Pangarso, mantan manager PT HTK Asty Winasty, dan orang kepercayaan Bowo Indung Andriani.
Taufik diduga mengetahui dan menyetujui uang suap kepada Bowo, agar PT HTK dapat menjalin kerjasama transportasi bidang pelayaran dengan PT Pilog. Padahal, kontrak kerjasama kedua perusahaan itu telah diputus.
Dalam upaya merealisasikan kerja sama itu, Bowo meminta commitment fee kepada Asty. Atas permintaan itu, Asty melaporkan kepada Taufik dan menyanggupi permintaan Bowo. Kemudian, PT Pilog dan PT HTK menyepakati MoU yang salah satu isinya ihwal pengerjaan pengangkutan oleh PT HTK, yang akan dimulai pada 26 Februari 2019.
Namun setelah kerja sama itu terjalin, Bowo meminta PT HTK untuk membayar uang muka sebesar Rp1 miliar. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik. Uang tersebut diberikan pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.
Pada 1 November 2018, uang yang diberikan PT HTK senilai US$ 59.587, tanggal 20 Desember 2018 US$ 21.327, tanggal 20 Februari 2019 US$ 7.819, dan pada 27 Maret 2019 Rp89.449.000.
Atas perbuatannya, Taufik disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.