Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Mabua Harley Davidson, Djonnie Rahmat, untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di Garuda Indonesia.
Dari pantauan Alinea.id, Djonnie tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 10.10 WIB. Sejatinya, dia akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan eks Direktur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Hadinoto Soedigno yang merupakan tersangka dalam perkara ini.
"Yang bersangkutan, akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HDS (Hadinoto Soedigno)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/2).
Belum diketahui informasi yang akan digali penyidik KPK dari pemeriksaan Djonnie. Dalam perkara itu, Hadinoto diduga kuat telah menerima aliran dana suap dari bekas Direktur PT Migi Reksa Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo atas pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di maskapai pelat merah tersebut.
Adapun uang yang diterima Hadinoto sebesar 2,3 juta Dolar Singapura dan 477,000 Euro. Uang itu dikirim ke rekening Hadinoto Soedigno di Singapura.
Selain itu, Soetikno juga mengalirkan uang kepada eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emistah Satar. Dia diduga kuat telah menerima uang daei Soetikno sebesar Rp5,79 miliar.
Disinyalir uang itu untuk membayar satu unit rumah yang berlokasi di Pondok Indah. Emirsyah juga diduga menerima 680 ribu dolar Singapura dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura serta 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan Apartemen di Singapura.
KPK menduga sumber uang suap yang diberikan Soetikno berasal dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce. Uang itu merupakan fee atas pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 oleh Garuda Indonesia melalui Soetikno yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd.
Sebagai pihak penerima, Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.