close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, memberikan keterangan kepada media. Antara Foto
icon caption
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, memberikan keterangan kepada media. Antara Foto
Nasional
Selasa, 27 Agustus 2019 11:30

KPK periksa Fajrurahman soal korupsi izin usaha tambang di Kotawaringin

Selain Fajrurahman, tim penyidik KPK juga akan memanggil PNS yang diduga terlibat korupsi IUP di Kotawaringin.
swipe

Mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010-2015, Fajrurahman, dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa terkait kasus suap penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Selain Fajrurahman, tim penyidik KPK juga akan memanggil Kepala Bidang PTSP Dinas PMPTSP Provinsi Kalimanntan Tengah, Mulyo Suharto. Serta dua PNS dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur yakni Cipto Utomo dan Hanif Budinugroho.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SH (Supian Hadi)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta pada Selasa, (27/8).

Dalam mengusut perkara ini, KPK telah melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Ir. Sutami, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Bukit Bestari pada Rabu (21/8). Namun, Febri tidak menyebut identitas pemilik rumah yang disisir oleh pihaknya.

Dalam kasusnya, Supian Hadi yang merupakan Bupati Kotawaringin Timur menerbitkan surat keputusan IUP operasi produksi seluas 1.671 Hektar kepada PT Fajar Mentaya Abadi yang berada di kawasan hutan. Padahal, PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti ijin lingkungan atau AMDAL dan segala persyaratan lainnya.

Setidaknya, total kerugian keuangan negara dalam perkara ini mencapai Rp5,8 triliun dan US$711.000 yang dihitung dari eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan  PT FMA, PT BI dan PT AIM.

Kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut jauh lebih besar dari kasus korupsi penerbitan SKL BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim yang hanya merugikan negara sebesar Rp4,58 triliun.

Atas perbuatannya, Supian dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan