Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Endah Lartika Prajawati, istri Bupati Lampung Utara nonaktif, Agung Ilmu Mangkunegara. Endah akan diperiksa terkait kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AIM (Agung Ilmu Mangkunegara)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (13/12).
Dalam mengusut kasus ini, KPK telah menggeledah di empat lokasi di Provinsi Lampung pada 22 November 2019. Keempat lokasi yang disisir ialah kediaman adik Bupati Lampung Utara nonaktif di Jalan Kelapa, Sepang Jaya, Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung. Lalu kediaman paman Agung Ilmu di Jalan HOS Cokroaminoto, Kotabumi Tengah, Kabupaten Lampung Utara.
Kemudian Rumah Benteng di Jalan Penitis, Kelurahan Tanjung Harapan, Kecamatan Kotabumi Selatan. Terakhir, sebuah rumah di Jalan Sultan Agung Raya, Way Halim Permai. Dalam penggeledahan tersebut KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perizinan proyek.
Agung diduga kuat telah menerima suap dari sejumlah pihak rekanan yang menggarap proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara. Agung diduga menerima uang sebesar Rp300 juta dari Dinas Perdagangan. Uang itu diduga berasal dari seorang swasta bernama Hendri Wijaya.
Sebelum sampai ke tangan Agung, uang itu dititipkan lewat Wan Hendri yang kemudian diberikan kepada perantara Raden Syahril. Namun, Wan Hendri hanya menyerahkannya sebesar Rp240 juta kepada Raden Syahril. Adapun sisanya sebesar Rp60 juta masih berada di tangannya.
Sementara, Raden Syahril hanya memberikan uang suap itu sebesar Rp200 juta kepada Bupati Agung. Uang tersebut ditemukan KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan. Sisanya sebesar Rp40 juta disimpan oleh Raden Syahril untuk keperluan mendadak Bupati Agung.
KPK mengidentifikasi uang itu berkaitan dengan tiga proyek di Kabupaten Lampung Utara. Yaitu pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya di Kecamatan Muara Sungkai sebesar Rp1,073 miliar. Kemudian, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari di kecamatan yang sama senilai Rp1,3 miliar, dan pembangunan konstruksi fisik Pasar Rakyat Tata Karya senilai Rp3,6 miliar.
Lalu suap di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Bupati Agung diduga telah mematok syarat untuk Syahbuddin jika ingin menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Lampung Utara. Adapun syarat itu berupa fee sebesar 20% hingga 25% dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR.
Chandra Safari yang merupakan pihak rekanan Dinas PUPR terpaksa harus memberikan fee kepada Bupati Agung lantaran dia telah mengerjakan 10 proyek sejak 2017 hingga 2019 di Kabupaten Lampung Utara.
Uang tersebut diberikan Chandra kepada Agung melalui Syahbuddin dan Raden Syahril. Tak hanya itu, KPK menduga Agung juga menerima uang dari sejumlah proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara mencapai Rp1 miliar. Rinciannya, uang sebesar Rp600 juta diterima Agung sekitar Juli 2019.
Kemudian, Agung juga diduga menerima uang sebesar Rp50 juta pada akhir September 2019. Terakhir, uang senilai Rp350 juta diduga masuk ke kantong Agung. Total penerimaan uang suap yang diterima Bupati Agung dari Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara mencapai Rp1,2 miliar.
Sebagai pihak penerima, Agung dan Raden disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Syahbuddin dan Wan Hendri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Diduga pihak pemberi, Chandra dan Hendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.