Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara Maya Metissa dan tiga stafnya. Mereka akan diperiksa pada kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara, sekaligus melengkapi berkas penyidikan Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara.
"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka AIM (Agung Ilmu Mangkunegara)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan Ali Fikri, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (17/1).
Dalam perkara itu, KPK telah melakukan penggeledahan di empat lokasi pada beberapa waktu lalu. Keempat lokasi yang disisir ialah, kediaman adik Bupati Lampung Utara nonaktif di Jalan Kelapa, Sepang Jaya, Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung. Kediaman paman Agung Ilmu yang berada di Jalan Hos Cokro Aminoto, Kotabumi Tengah, Kabupaten Lampung Utara. Rumah Benteng, yang terletak di Jalan Penitis Kelurahan Tanjung Harapan, Kecamatan Kotabumi Selatan. Serta, sebuah rumah di Jalan Sultan Agung Raya, Way Halim Permai. Dalam penggeledahan tersebut KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait izin proyek.
Pada perkaranya, Agung Ilmu Mangkunegara selaku Bupati Lampung Utara nonaktif, diduga kuat telah menerima uang suap dari sejumlah pihak rekanan yang menggarap proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara.
Adapun dari suap yang diterima dari Dinas Perdagangan, Agung diduga menerima uang sebesar Rp300 juta, yang diterima Raden Syahril melalui Wan Hendri dari seorang swasta yakni Hendri Wijaya.
Namun, Wan Hendri hanya menyerahkan uang sebesar Rp240 juta kepada Raden Syahril. Adapun sisanya sebesar Rp60 juta, masih berada di tangan Wan Hendri.
Sementara, Raden Syahril hanya memberikan uang sebesar Rp200 juta kepada Bupati Agung. Uang tersebut ditemukan KPK dalam OTT. Untuk sisanya sebesar Rp40 juta, disimpan oleh Raden Syahril untuk keperluan mendadak Bupati Agung.
KPK mengidentifikasi, uang tersebut berkaitan dengan tiga proyek di Kabupaten Lampung Utara. Tiga proyek itu ialah pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya Kecamatan Muara Sungkai sebesar Rp1,073 miliar. Kemudian, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp1,3 miliar, dan pembangunan konstruksi fisik pasar rakyat tata karya (DAK) senilai Rp3,6 miliar.
Lalu untuk suap Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Bupati Agung diduga telah mematok syarat untuk Syahbuddin jika ingin menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Lampung Utara. Syaratnya berupa fee sebesar 20% hingga 25% dari proyek yang dikerjakan Dinas PUPR.
Chandra Safari yang merupakan pihak rekanan Dinas PUPR terpaksa harus memberikan fee kepada Bupati Agung lantaran dia telah mengerjakan 10 proyek sejak 2017 hingga 2019 di Kabupaten Lampung Utara.
Uang tersebut diberikan Chandra kepada Agung melalui Syahbuddin dan Raden Syahril. Tak hanya itu, KPK menduga, Agung juga telah menerima uang dari sejumlah proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara.
Setidaknya, aliran uang dari proyek Dinas PUPR yang diterima Agung mencapai Rp1 miliar. Adapun rinciannya, Agung diduga telah menerima uang sebesar Rp600 juta sekitar Juli 2019.
Kemudian, Agung juga diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta pada akhir September 2019. Terakhir, uang senilai Rp350 juta diduga masuk ke kantong Agung. Jika ditotal, uang yang masuk ke kantong Agung terkait suap proyek Dinas PUPR mencapai Rp1 miliar.
Total penerimaan uang suap yang diterima Bupati Agung terkait di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara mencapai Rp1,2 miliar.
Sebagai pihak penerima, Agung dan Raden disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Syahbuddin dan Wan Hendri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Sementara itu, diduga pihak pemberi, Chandra dan Hendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.