Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kurnia Toha dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Senin (23/12). Pemanggilan terhadap Kurnia oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IKL (I Kadek Kertha Laksana)," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta pada Senin (23/12).
Belum diketahui fokus yang menjadi pemeriksaan penyidik KPK terhadap Kurnia. Namun yang pasti, dalam surat dakwaan pemilik PT Fakar Mulia Transindo, Pieko Njotosetiadi, bekas Ketua KPPU Syarkawi Ahmad disebut menerima aliran uang sebesar Rp1,9 miliar.
Berdasarkan keterangan di surat dakwaan Pieko, uang Rp1,9 miliar itu diperuntukkan membuat kajian guna menghindari kesan praktik monopoli terkait long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang atas pembelian gula kristal putih.
Selain Kurnia, penyidik juga memanggil Sekretaris Direktur Pemasaran PTPN III Holding, Adinda Anjarsari yang juga akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan I Kadek Kertha Laksana.
KPK diketahui telah menetapkan I Kadek sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yakni, Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan dan pemilik PT Fakar Mulia Transindo Pieko Njotosetiadi.
KPK menduga Dolly telah meminta sejumlah uang kepada Pieko melalui I Kadek. Adapun uang yang diterimanya sebesar 345.000 dolar Singapura atau setara Rp3,5 miliar. Uang itu diduga merupakan commitment fee terkait dengan distribusi gula untuk tahun 2019 di PTPN III.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lalu, pihak yang diduga penerima, Dolly Pulungan dan I Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.