Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis, untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu atau PAW.
Viryan yang tiba di Gedung Merah Putih KPK mengenakan batik, dikawal sejumlah petugas. Kepada wartawan, dia mengaku akan dimintai keterangan ihwal proses penetapan anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.
"Yang akan disampaikan sesuai dengan apa yang kami perjuangkan selama ini, perihal penetapan calon terpilih, kemudian seputar pergantian antarwaktu yang sudah kami kerjakan kemarin," kata Viryan sebelum memasuki Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/1).
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Viryan akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan salah satu tersangka.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAE (Saeful)," kata Fikri saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (28/1).
Selain Viryan, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan kepada Ketua KPU Arief Budiman. Namun, Arief belum tiba di Gedung KPK.
Di samping dua komisioner, KPK juga akan memeriksa tiga pegawai KPU. Ketiganya ialah Kepala Biro Teknis KPU, Nur Syarifah; Kepala Bagian Umum KPU, Yayu Yuliani; dan Kepala Sub Bagian Pemungutan, Penghitungan Suara, dan Penetapan Hasil Pemilu KPU, Andi Bagus Mawaku.
Selain itu, KPK juga memanggil seorang pihak swasta, yakni Carolina.
Sama seperti Viryan, mereka juga akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Saeful. Kader PDIP yang disebut KPK sebagai pihak swasta itu, ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (8/1).
Selain Saeful, pada hari yang sama KPK juga menetapkan status tersangka pada tiga orang lainnya. Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan caleg PDIP Harun Masiku, serta mantan caleg PDIP sekaligus orang dekat Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu diduga telah meminta uang Rp900 juta kepada Harun untuk memuluskan tujuannya menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme PAW. Harun ingin menjadi pengganti Nazarudin Kiemas, caleg PDIP terpilih yang meninggal dunia sebelum dilantik sebagai anggota dewan.
Harun memenuhi permintaan Wahyu. Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dalam dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Wahyu dan Agustiani yang dianggap sebagai pihak penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu, Harun dan Saeful selaku pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.