Anggota DPRD Kotawaringin dari fraksi PDIP Agus Seruyantara dijadwalkan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan bersaksi untuk tersangka Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi.
Tak hanya Agus, tim penyidik juga akan memeriksa seorang PNS Pemkab Kotawaringin Timur, Sarkuni. Keduanya akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan suap penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SH (Supian Hadi)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati Iskak dalam pesan singkat, Jumat (30/8).
Dalam mengusut perkara ini, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Ir. Sutami, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Bukit Bestari, Kepulauan Riau, pada Rabu (21/8).
KPK memperkirakan perkara ini menyebabkan kerugian keuangan negara yang lebih besar dari kasus penerbitan surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia yang menjerat Sjamsul Nursalim dengan nilai sebesar Rp4,58 triliun. Kerugian kasus ini juga melebihi yang terjadi dalam kasus pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, yang nilainya Rp7,4 triliun.
Diperkirakan total kerugian keuangan negara dalam perkara ini mencapai Rp5,8 triliun dan US$711.000. Nilai tersebut dihitung dengan eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi, dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI dan PT AIM.
Supian Hadi diduga telah menyalahgunakan wewenang sebagai Bupati Kotawaringin Timur, dengan menerbitkan surat keputusan IUP operasi produksi seluas 1.671 hektar kepada PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) yang berada di kawasan hutan. Padahal, PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti ijin lingkungan atau AMDAL, dan segala persyaratan lainnya.
Atas perbuatannya, Supian dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.