Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan handphone di sel terdakwa kasus suap Imam Nahrawi, yang berada di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta. Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihak rutan telah melakukan pemeriksaan terhadap Imam.
"Petugas rutan melakukan pemeriksaan kepada terdakwa Pak Nahrawi ini, namun sampai informasi terakhir yang kami terima tidak mengakui bahwa yang bersangkutan telah menggunakan handphone," kata Fikri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/3).
Temuan handphone di sel Imam Nahrawi bermula dari adanya unggahan di status WhatsApp Imam pada 5 Maret 2020 pukul 18.23 WIB. Hal ini ditindak lanjuti dengan inspeksi mendadak oleh pihak rutan keesokan harinya.
Unggahan tersebut menunjukkan foto Imam bersama istrinya sedang menunaikan ibadah haji. Unggahan tersebut juga disertai tulisan atau caption pada foto tersebut yang berbunyi. "Kenangan haji tahun kemarin setelah antre selama 7 th..haji reguler mendampingi ibunda tercinta dan bibinda yg lemah...smg semua sahabat muslim Allah mudahkan utk bisa ziarah makkah madinah lilhajji wal umrah secepatnya.amiiin alfaatihah".
Menurut Fikri, meski mantan Menteri Pemuda dan Olahraga tersebut tak mengaku menggunakan handphone, pihak rutan dan KPK tak menerimanya begitu saja. Sampai saat ini, pihak rutan masih bekerja sama dengan divisi forensik di KPK untuk melihat isi telepon genggam tersebut.
Ali juga menyatakan bahwa lolosnya telepon genggam ke dalam rutan, juga bagian dari pemeriksaan pihak rutan. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan Imam terbukti membawa handphone ke dalam rutan, Fikri memastikan ia akan dikenakan sanksi.
"Untuk sanksinya jika para tahanan ini kan ada aturannya sesuai dengan Permenkumham mengenai tata tertib di rutan dan lapas. Itu tentunya memang dilarang. Siapa pun tahanan yang masuk ke dalam rutan atau pun ketika keluar berupa persidangan, misalnya, membawa alat komunikasi atau alat elektronik lain, itu ada larangannya dan sanksinya adalah berupa hukuman disiplin," katanya menjelaskan.
Imam merupakan terdakwa perkara suap penyaluran bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018. Ia didakwa menerima suap senilai Rp11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.
Imam didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (Ant)