Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan bekas Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero), Hadinoto Soedigno (HS). Tersangka kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu bakal mendekam lagi selama 40 hari.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan, perpanjangan masa penahanan dilakukan karena penyidik lembaga antirasuah masih butuh waktu untuk melengkapi berkas perkara Hadinoto.
"Memperpanjang masa penahanan tersangka HS selama 40 hari. Dimulai tanggal 24 Desember 2020 sampai dengan 1 Februari 2021 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur," katanya, Sabtu (19/20).
Dalam perkaranya, Hadinoto bersama eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, diduga menerima sejumlah uang dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce, atas pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS periode 2005-2014 oleh maskapai "pelat merah" itu.
Uang tersebut diberikan melalui Soetikno Soedardjo yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd. Jumlah uang yang diberikan kepada Emirsyah ditaksir mencapai Rp5,79 miliar dan disinyalir digunakan untuk membayar sebuah rumah di Pondok Indah, Jakarta.
Emirsyah juga diduga menerima US$680.000 dan €1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura serta S$1,2 juta untuk pelunasan Apartemen di Singapura.
Sedangkan Hadinoto, diduga menerima uang sebesar US$$2,3 juta dan €477.000. Duit diberikan Soetikno ke rekening Hadinoto yang berada di Singapura.
Emirsyah sudah dinyatakan bersalah serta divonis 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Dia juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti senilai S$2.117.315,27 subsider 2 tahun kurungan penjara. Jika di rupiahkan, uang pengganti setara Rp22,4 miliar.
Emirsyah terbukti menerima suap Rp46 miliar terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC. Pun terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dari bekas Direktur Mugi Reksa Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo, sebesar €1,2 juta dan US$180.000 atau setara Rp20 miliar serta melakukan TPPU.
Sedangkan Soetikno, atas perbuatannya turut divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Sementara Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk TPPU, Hadinoto diduga melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.