Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe selama 40 hari ke depan. Lukas merupakan tersangka dalam kasus korupsi dugaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan untuk 40 hari kedepan terhitung mulai 2 Februari 2023 sampai dengan 13 Maret 2023 di Rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Senin (30/1).
Ali mengatakan, perpanjangan masa penahanan tersebut dilakukan atas kebutuhan penyidikan. Ia memastikan proses penyidikan perkara tetap berjalan sesuai prosedur hukum.
"Sebagai kebutuhan penyidikan agar pengumpulan alat bukti semakin memperkuat dugaan perbuataan tersangka LE (Lukas Enembe)," ujar Ali.
Selain itu, Ali menyebut, Lukas tetap mendapatkan haknya sebagai tersangka, termasuk di antaranya hak atas perawatan kesehatan.
Sementara, kabar perpanjangan masa penahanan ini juga dikonfirmasi oleh kuasa hukum Lukas Enembe. Petrus Bala Pattyona selaku pengacara Lukas mengatakan, pihaknya telah menerima surat keterangan perpanjangan masa penahanan kliennya atas perintah jaksa penuntut umum.
Petrus menyebut, ia dan Lukas telah menandatangani surat tersebut. Hal itu diungkapkannya saat dikonfirmasi di Gedung KPK hari ini (30/1).
"Soal perpanjangannya tadi kita sudah menerima surat perpanjangan atas perintah jaksa penuntut umum. Kemudian diperpanjang, terhitung mulai tanggal 2 Februari sampai dengan 13 Maret, untuk 40 hari. Jadi saya tadi sudah tandatangani, Pak Lukas juga sudah tandatangani," kata Petrus dalam keterangannya.
Adapun sebelumnya Lukas ditahan selama 20 hari di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Masa penahanan Lukas berlangsung sejak 11 Januari sampai dengan 30 Januari 2023.
Kendati demikian, Lukas sempat beberapa kali menjalani masa pembantaran penahanan. Hal itu dilakukan untuk kepentingan perawatan sementara di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Diketahui, selain Lukas, dalam perkara ini KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebagai tersangka. Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.
Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.
Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.