Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah, selama 30 hari. Hal serupa juga berlaku untuk Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat.
Keduanya merupakan tersangka perkara dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang/jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tahun anggaran (TA) 2020-2021.
"Tim Penyidik KPK telah memperpanjang penahanan tersangka NA (Nurdin) dan tersangka ER (Edy) masing-masing selama 30 hari berdasarkan penetapan pertama dari Ketua PN Makassar terhitung sejak tanggal 28 April 2021 sampai dengan 27 Mei 2021," ujar Plt. Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (26/4).
Dirinya menyampaikan, Nurdin bakal mendekam di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, sedangkan Edy di Rutan KPK Cabang Kavling C-1, Jakarta.
"Perpanjangan ini masih diperlukan oleh tim penyidik untuk terus melakukan pengumpulan alat bukti, di antaranya dengan memanggil saksi-saksi guna melengkapi berkas perkara dimaksud," jelasnya.
Dalam kasus tersebut, lembaga antisuap menetapkan tiga tersangka. Selain Nurdin dan Edy, ada Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto. Dia diduga menyuap Nurdin Rp2 miliar yang pemberiannya melalui Edy.
Komisi antirasuah menerka total duit yang diterima Nurdin sekitar Rp5,4 miliar. Selain dari Agung, ditengarai juga berasal dari kontraktor lain, yakni pada akhir 2020 sebesar Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.