Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan perpanjangan penahanan terhadap tiga tersangka kasus suap terkait penyidikan tentang penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan kantor imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2019.
Ketiga tersangka itu ialah, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie, Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin dan Direktur PT Wisata Bahagia Liliana Hidayat.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 17 Juni 2019 hingga 26 Juli 2019 untuk tiga tersangka kasus suap penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di Lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019," kata Juru Bicara Febri Diansyah, di Gedung Penunjang Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/6).
Perpanjangan penahanan tersebut, kata Febri, perlu dilakukan pihaknya untuk mendalami perkara tersebut. Pasalnya, komisi antirasuah itu masih memerlukan keterangan lebih lanjut para tersangka guna mengklarifikasi beberapa bukti dan saksi dalam proses penyidikan itu.
"Karena ada beberapa saksi beberapa bukti-bukti yang perlu kami dalami lebih lanjut dalam proses penyidikan ini," ujar Febri.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tersangka pada ketiga orang tersebut setelah melakukan giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin (27/5) hingga Selasa (28/5) dini hari.
KPK menduga tersangka Kurniadie dan Yusriansyah diduga telah menerima suap sebesar Rp1,2 miliar untuk mengurus perkara dugaan penyalahgunaan izin tinggal dua WNA atau turis. Uang tersebut diberikan dari Liliana selaku manajemen Wyndham Sundancer Lombok untuk mengurus perkara dua WNA yang disalahgunakan.
KPK menyebut, ketiga orang tersangka itu telah menggunakan modus baru dalam melakukan praktik negosiasi untuk melalukan tindakan suap. Pasalnya, dalam melakukan penawaran, tersangka Liliana menuliskan jumlah nilai uang tersebut menggunakan media kertas dan dengan kode tertentu kepada Yusriansyah.
Metode penyerahan uang pun dilakukan dengan cara tak lazim. Pasalnya, tersangka Liliana memasukkan uang Rp1,2 miliar yang telah disepakati itu kedalam kantong plastik hitam, yang kemudian dimasukkan ke dalam tas.
Selanjutnya, tas berisikan uang suap itu dimasukkan kedalam tempat sampah di depan ruangan Yusriansyah. Kemudian Yusriansyah mengintruksikan salah satu stafnya untuk mengambil tas tersebut dan menyerahkan Rp800 juta kepada Kurniadie.
Penyerahan uang untuk Kurniadie pun dilakulan dengan menggunakan ember bewarna merah. Kemudian, Kurniadie meminta pihak lain untuk menyetorkan uang sebesar Rp340 juta ke rekeningnya. Sisanya, KPK menduga uang tersebut diperuntukan kepada pihak lain.
Sebagai pihak yang diduga memberi, Liliana disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara pihak yang diduga menerima, Yusriansyah dan Kurniadie disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.