Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip.
Tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara itu kembali harus mendekam di bui untuk 30 hari kedepan.
"Perpanjangan penahanan dimulai dari 29 Juni sampai 28 Juli 2019," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/6).
Ini merupakan perpanjangan penahan kali kedua bagi Sri Wahyumi. Artinya, KPK masih memerlukan keterangan untuk mengusut kasus dan menyelesaikan berkas acara perkara (BAP) politisi Partai Hanura itu.
Sri Wahyumi Maria Manalip merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Dalam perkaranya, KPK mendapatkan informasi adanya permintaan fee 10% dari Sri melalui Benhur sebagai orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.
Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10%. Kemudian dia menawarkan kepada Bernard proyek di Kabupaten Talaud, dan meminta fee 10%. Sebagai bagian dari fee 10% tersebut, Benhur meminta Bernard memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.
Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah bupati melalui Benhur, Bernard diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan bupati di Jakarta.
Terkait fee yang diharuskan oleh Bupati Talaud, Benhur meminta Bernard memberi barang-barang mewah mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10%.
Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo. Diduga terdapat proyek-proyek Iain yang dibicarakan oleh Benhur yang merupakan orang kepercayaan Bupati. Adapun, kode fee dalam perkara ini yang digunakan adalah "DP Teknis".
Karena perbuatannya, KPK menetapkan ketiga tersangka itu pada 30 April 2019. KPK menduga sebagai penerima adalah Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dan Benhur Lalenoh (BNL), seorang tim sukses dari bupati. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Bernard Hanafi Kalalo (BHK), seorang pengusaha.