close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Konferensi pers penahanan tersangka Mardani Maming di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7). Youtube/KPK RI.
icon caption
Konferensi pers penahanan tersangka Mardani Maming di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7). Youtube/KPK RI.
Nasional
Kamis, 28 Juli 2022 22:43

KPK resmi menahan Mardani Maming

Mardani Maming akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Pomdam Jaya.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Mardani Maming dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (Kalsel). Bendahara PBNU nonaktif itu ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 28 Juli 2022 sampai 16 Agustus 2022  di Rutan Pomdam Jaya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Mardani Maming resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut usai menjalani pemeriksaan. Dia mengatakan, Maming saat menjabat Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018, memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Pada 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari dengan luas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani Maming,

Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Maming selaku Bupati. Harapannya, memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.

Maka, Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu. Dalam pertemuan tersebut, Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.

Selanjutnya pada Juni 2011, Surat Keputusan Maming selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN. Surat itu ditandatangani Maming dengan dugaan ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja dibuat tanggal mundur.

"Dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang," kata Alexander di Gedung KPK, Kamis (28/7).

Peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang berbunyi 
Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.

Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktifitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT Angsana Terminal Utama yang adalah perusahaan milik Maming.

Penyidik menduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming. Hal itu dilakukan untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih terafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan olehnya. Pada 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional perusahan tersebut.

Penyidik menduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan/atau beberapa perusahaan yang terafiliasi denga Bendahara PBNU nonaktif itu. Alhasil, dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming tersebut.

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 Miliar dalam kurun waktu 2014-2020," ucap Alex.

Atas perbuatannya tersebut Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan