Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Dia ditahan, setelah lembaga antikorupsi itu memeriksa dan menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian anggota PDIP di DPR RI.
Dari pantauan Alinea.id, Wahyu keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 01.23 WIB. Sebelum keluar dari lobi, Wahyu sempat bersalaman dengan koleganya yang tak diketahui identitasnya.
Dengan mengenakan rompi khas tahanan KPK bewarna oranye, Wahyu menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan jajaran KPU atas perbuatan lancungnya.
"Ini murni masalah pribadi saya, dan saya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK," ucap dia saat hendak memasuki mobil tahanan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1) dini hari.
Wahyu menyatakan, dirinya akan bersikap kooperatif dalam menjalani proses hukum. "Dan saya juga akan melakukan upaya-upaya sebagai mana mestinya," tutur dia.
Saat disinggung terkait keterlibatan Sekretaris Jendral PDI-P yang menjadi sumber pemberian uang suap, Wahyu bergeming. Selanjutnya, dia langsung menaiki mobil tahanan. "Oh tanya penyidik itu. Terima kasih," ujar dia.
Terpisah, pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menyampaikan, Wahyu ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahan (Rutan) Cabang KPK.
"WSE (Wahyu Setiawan) ditahan di Rutan Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama," kata Fikri.
Sslain Wahyu, penyidik juga menahan Orang kepercayaan Wahyu sekaligus bekas Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina. Dia ditahan di Rutan Kavling 4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
KPK juga menahan seorang tersangka dari pihak swasta yakni Saeful. Dia ditahan di Rutan C1 KPK yang berada di Gedung KPK lama. Keduanya, juga ditahan selama 20 hari pertama.
Dalam perkaranya, Wahyu diduga kuat telah menerima uang dari Harun Masiku atas upaya pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDI-P di daerah pemilihan I Sumatera Selatan. Upaya itu dibantu oleh Agustiani Tio Fridelina dan Saeful.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu dipenuhi oleh Harun. Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Yang kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui seorang stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donnny Tri Istiqomah selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak nomor dua, sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Donny dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.
Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustiani. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura.
Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.